3 Cara Sains Membimbing Kita Melewati Pandemi Covid-19

Halaman depan publikasi terjemahan saya di antinomi.org
Per 6 April 2020, terdapat lebih dari 1,3 juta orang di seluruh dunia telah dinyatakan positif Covid-29, dengan lebih dari 74.000 orang meninggal. Angka tersebut terus bertambah pada tingkat yang mengkhawatirkan, dengan lebih dari 70.000 kasus baru dan 5.000 kematian baru per hari. Meskipun demikian, terdapat titik terang yang tetap kokoh: kekuatan pengetahuan sainstifik kita yang akan membimbing kita melewati masa-masa sulit ini.

Kita tidak lagi hidup di zaman di mana kita bersandar pada prasangka atau takhayul untuk memahami apa yang sedang terjadi. Kita tahu apa itu novel coronavirus Covid-19. Kita tahu bagaimana virus ini menyebar melalui populasi manusia. Kita tahu cara melawannya, cara mengobatinya, dan cara meminimalisir angka kematian yang disebabkan olehnya. Bukan hanya perkara mendengarkan apa yang diwartakan sains pada kita tentangnya, tetapi soal memahami 3 cara dunia sainstifik yang telah memungkinkan manusia memiliki respons terbaik terhadapnya.

(1) Perbatasan Modern

Hanya dalam beberapa minggu sejak kasus pertama dilaporkan, para ilmuwan tidak hanya telah mengidentifikasi virus mikroskopis yang bertanggung jawab atas penyakit ini, tetapi juga telah mengurutkan DNA-nya. Saat kasus baru mencapai angkat ratusan, para ilmuwan telah memahami bagaimana virus ini ditularkan dari orang ke orang, dan telah mengkalkulasi seberapa menular penyakit ini sebenarnya.

Dan ketika baru beberapa lusin pertama orang meninggal karena penyakit ini, para ilmuwan dan tenaga medis profesional yang berada di garis depan telah menerbitkan laporan yang merinci pelbagai tahapan penyakit, dari yang tanpa gejala dan menular ke pelbagai gejala dan komplikasi yang muncul dalam kasus yang paling parah. Ketika Januari telah usai, kita telah mengetahui “cara terbaik” –sebagai masyarakat kolektif—untuk meminimalisir kematian dan terjangkit dari Covid-19.

Meskipun rekomendasi-rekomendasi tersebut tidak begitu dihiraukan, pengetahuan sainstifik dan medis kita terus menolong kita dalam melawan pandemi global yang sedang terjadi ini. Pemberian obat untuk Covid-19 telah berada dalam tahap percobaan, dengan pelbagai uji klinis sedang berlangsung dan sejumlah calon vaksin sedang dalam pengembangan. Riset tentang terapi darah, termasuk plasma dari para pasien yang sembuh dari Covid-19, memberikan harapan untuk pengobatan dan kemungkinan penyembuhan.

Institusi medis, industri kesehatan, dan ratusan ribu sumber daya profesional sedang memaksimalkan pengetahuan dan sumber daya mereka untuk melawan pandemi global ini. Walaupun tak seorangpun bisa memprediksi cara mana yang akan terbukti paling berhasil paling awal, kita semua dapat berperan dengan mendengarkan dan menghormati saran dari para profesional yang memiliki pengetahuan yang diperlukan.

Kita semua harus tinggal di rumah saja apabila bisnis kita tidaklah esensial: bukan bisnis penyedia makanan, penampungan, dan kebutuhan medis. Ketika kita harus keluar rumah, kita harus pastikan bahwa kita bersih, tidak melakukan kontak dekat dengan orang lain, keluar hanya jarak dekat dari rumah kita, dan tidak menyentuh muka kita,

Kita harus membasuh dengan sabun dan air dan atau hand sanitizer apabila kita menyentuh permukaan benda-benda (seperti gagang pintu, tas, wadah telur, dan lain sebagainya) yang telah disentuh oleh orang lain. Dan kita harus melakukan semua ini secara bersama-sama dengan penuh kerelaan. Inilah cara paling aman dan efektif untuk mengurangi dan memperlembat penyebaran Covid-19. Tetapi semua rekomendasi yang bermutu ini, dan semua riset yang canggih ini, hanya mungkin karena sains yang datang sebelumnya.

(2) Rasa ingin tahu sebagai fondasi

Pada hakikatnya, terdapat nilai untuk mengetahui sesuatu tentang segala aspek alam semesta. Kita tidak bisa mengetahui kapan suatu pengetahuan akan berguna dalam bidang aplikasi sainstifik ataupun medis, tetapi semakin komprehensif kita mempelajari dunia, maka semakin baik kita ketika sedang mencari solusi atas persoalan yang tak terduga yang terjadi di masa depan.

Sehubungan dengan Covid-19, kita telah melihat hasil dari penelitian yang didorong oleh rasa ingin tahu (curiosity-driven). Riset tentang dinamika populasi kelelawar menghantarkan pada pemahaman tentang penularan penyakit dari strain penyakit hewan-ke-manusia, termasuk Covid-19. Proyek Genom Manusia (Human Genome Project), yang dimulai pada 1990 sebagai murni ikhtiar sainstifik, menghantarkan pada pengurutan DNA secara luas sehingga memungkinkan kita untuk menentukan secara cepat bagaimana Covid-19 berevolusi dengan maksud untuk imunitas jangka panjang terhadapnya.

Struktur sosial antropologis dari kultur yang berbeda dan observasi para psikolog perilaku (behavioural) tentang isolasi dan bentuk-bentuk interaksi saat ini sangatlah penting untuk memahami bagaimana orang-orang merespon langkah-langkah berat yang perlu kita ambil untuk melindungi diri kita sendiri dan orang lain.

Pemodelan matematis dari pelbagai fungsi, beserta epidemiologi penyebaran penyakit dan psikologi sosial tentang perilaku manusia, merupakan fondasi yang penting yang memungkinkan lahirnya rekomendasi terbaik untuk tindakan-tindakan yang harus kita ambil hari ini.

Dan ilmu imunologi, yang dibangun pada beberapa abad lalu dengan mempelajari respon imun manusia terhadap pelbagai pantogen –beserta pemahaman tentang dunia mikroskopis di mana konflik akut antara tubuh kita dan virus berlangsung— bersandar pada sebagian besar riset dasar yang manfaatnya di era modern tidak terbayangkan ketika penelitian tersebut pertama kali dilakukan.

Riset yang didorong oleh rasa ingin tahu dari para ahli virologi evolusioner, ahli ekologi penyakit, ahli biofisika, dan ilmuwan di banyak bidang penelitian lainnya tidak hanya menginformasikan pada dokter dan pembuat kebijakan, tetapi juga pada setiap bagian penelitian termutakhir yang berada di perbatasan saat ini. Faktanya adalah bahwa terdapat alam semesta di luar sana yang dapat dipelajari, dan pelajaran yang diperoleh dari penyelidikan terhadap satu aspek realitas seringkali memiliki aplikasi turunannya yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya.

Tetapi kita tentu tidak tahu terhadap aplikasi turunan tersebut jika kita sejak awal tidak pernah melakukan riset-riset dasar. Kemajuan mutakhir yang kita perjuangkan hari ini dibangun di atas tulang pungung riset lintas disiplin yang digerakkan oleh rasa ingin tahu. Namun, terdapat sesuatu yang lebih mendasar yang memungkinkan atau membatasi apa yang mungkin: sains paling dasar.

(3) Sains Dasar

Inilah pengetahuan yang paling berpengaruh dalam semua sains: batas mendasar dari apa yang secara fisik mungkin. Para ilmuwan terus bekerja untuk menekan batas-batas dari apa yang diketahui, termasuk:

  • di perbatasan energi tingkat tinggi (high-energy), para ilmuwan sedang mencari jenis dan sifat materi dan energi yang baru,
  • di perbatasan suhu rendah (low-temperature), para ilmuwan sedang mencari fenomena fisik yang mungkin mendekati nol mutlak,
  • di perbatasan kehidupan yang berbasis pada unsur kimiawi (chemical-based life), para ilmuwan sedang mencari pelbagai cara supaya proses biokimia dapat berkembang dan memiliki peranan penting,
  • atau bahkan di perbatasan antrofisika, di mana rahasia baru tentang Alam Semesta dan keadaan ekstrim materi kerapkali ditemukan untuk pertama kalinya.

Dalam masa krisis, batas-batas penyelidikan tersebut seringkali diperlakukan sebagai sesuatu yang “sekali pakai”, tetapi membuangnya akan secara fundamental membatasi segala hal yang telah kita bangun di atasnya.

Bayangkan, kita sedang mencoba untuk menyingkap struktur molekuler atau urutan DNA dari pantogen yang menular jika kita tiak memiliki teori atom sebagai fondasi kita.

Bayangkan, kita sedang berusaha menerapkan terapi neutron pada pasien kanker tanpa pemahaman yang berasal dari fisikawan tentang partikel berenergi tinggi.

Bayangkan, kita menggunakan Sinar-X (X-Ray) sebagai alat diagnosa, atau sebagai pemindai mikroskop elektron, tanpa pengetahuan tentang sifat gelombang-partikel fisika kuantum.

Inovasi-inovasi tersebut tidak hanya tidak mungkin ada tanpa adanya pengetahuan dasar tentang dunia, tetapi inovasi tersebut tidak dapat terbayangkan dari sudut pandang sainstifik. Banyak intervensi medis yang paling berpengaruh hari ini berakar pada penemuan dasar yang ditemukan di tapal perbatasan dunia fisik, dari MRI hingga pemindai tomografi emisi positron (positron emission tomography, PET) hingga radioimmunoassay dan banyak lagi yang lainnya.

Jika kita ingin memiliki alat yang canggih untuk mengalahkan pelbagai tantangan yang dihadapi manusia tidak hanya hari ini, tetapi 50 sampai 100 tahun ke depan, saat ini adalah waktu yang tepat untuk menggandakan usaha kita. Investasi sainstifik perlu dilakukan tidak hanya pada garis depan untuk menghadapi krisis saat ini, tetapi pada perbatasan yang luas yang didorong oleh rasa ingin tahu, termasuk pada tingkatan pengetahuan dasar. Hasilnya hanya akan datang dengan mendapatkan pengetahuan tersebut, yang tidak akan diperoleh dengan cara lain.

Novel coronavirus COVID-19 memiliki dampak yang sangat besar terhadap dunia kita saat ini, meskipun demikian, respon kita dapat menunjukkan seberapa jauh kita telah mencapai sebuah peradaban. Seluruh Alam Semesta mengikuti aturan saintifik yang sama, dan semakin baik (dan lebih mendasar/fundamental) kita mempelajarinya, semakin siap kita menghadapi tantangan yang datang kepada kita. Investasi yang kita lakukan hari ini akan membawa kita pada pengetahun esok hari, dan sebagai imbalannya, alat-alat dan teknik-teknik masa depan yang akan menghantarkan kita ke dunia yang lebih baik untuk semua manusia.

Artikel ini diterjemahkan dari tulisan Ethan Siegel berjudulThe 3 Ways Science Will Get Us Through The COVID-19 Pandemicyang terbit di Forbes.com pada 7 April 2020. Ethan Siegel adalah seorang Ph.D. yang ahli antrofisika, penulis dan komunikator sains. Dua bukunya yang telah terbit berjudul Treknology: The Science of Star Trek from Tricorders to Warp Drive dan Beyond the Galaxy: How humanity looked beyond our Milky Way and discovered the entire Universe.

Terjemahan ini telah dipublikasikan di antinomi.org pada 12 April 2020. Diposting ulang di blog ini untuk tujuan arsip pribadi.             

       

     

              

  


Comments