yang melekat pada simbol

Apa yang melekat pada simbol? Sebuah nilai, ingatan, masa lalu, heroisme, kebanggaan, harga diri dan macam-macam yang melekat pada simbol. Simbol nampak, sedangkan di baliknya tidak nampak. Pada yang di balik simbol itulah, manusia bisa saling benci, marah bahkan saling membunuh.

Persoalannya bukan menginjak bendera merah putih dan kita marah padahal Indonesia tetap ada meskipun bendera sebagai simbol dibakar. Bukan. Persoalannya bukan membakar bendera tauhid dan beberapa ormas Islam marah padahal Islam tetap terhormat meskipun bendera tauhid sebagai simbol dibakar. Bukan.

Persoalannya adalah pada bendera merah butih melekat –apa yang disebut— kehormatan negara. Persoalannya adalah pada bendera tauhid melekat kesucian dan kemuliaan Islam. Memang, antara bendera dengan kehormataan, kesucian dan kemulian itu berbeda, tapi tidak sepenuhnya terpisah, bukan?

Kita tidak mau menyembah simbol dan terkungkung di dalamnya. “Kita mau bernegara dan beragama secara substansial,” tutur seorang intelektual publik di sebuah seminar. Tapi ia lupa, masyarakat menangkap yang substansial melalui simbol dan mengekspresikan yang substansial lewat simbol serta kerap kali terjebak ke dalam persamaan ‘yang substansial : simbol’.

Kalau demikian, lalu apa? Seseorang takut keimanannya berkurang karena melihat salib atau bulan bintang atau bulan bintang berwarna merah, hijau, atau kuning.