Pamflet Perjuangan Sjahrir
Di
antara bejibun tumpukan buku di toko buku shopping
centre, ‘Perjoeangan Kita’ menjadi magnet yang menarik saya untuk bergegas
mengambilnya. Ia terselip di antara buku tipis berhaluan kiri lainnya. Memang,
di Yogyakarta, ‘buku kiri’ beredar luas, baik dalam versi asli ataupun bajakan,
dan banyak diminati mahasiswa.
Mungkin
ada benarnya pernyataan Goenawan Mohammad dalam entah Catatan Pinggir atau
kuliahnya di Salihara, saya lupa, bahwa, singkatnya, tidak menjadi kiri di masa
muda itu tidak memiliki nurani, tetapi tetap menjadi kiri di masa tua itu
konyol. Kiri selalu lekat dengan hal-hal heroik; semangat yang menggebu-gebu
dan tangan terkepal, dan itu karakter sangat dekat dengan anak-anak muda.
‘Perjoeangan
Kita’ bukanlah buku, dan memang tidak pas disebut buku, melainkan sebagai
pamflet perjuangan yang dikehendaki Soetan Sjahrir. Berisi pemikiran Sjahrir
tentang bagaimana seharusnya negara Indonesia dan hal-ikhwal di dalamnya
dikelola secara revolusioner nan demokratik paska kemerdekaan.
Sjahrir
paham betul tentang kondisi Indonesia di bawah kolonialisme. Amat mengerti
perihal feodalisme di Indonesia, dan jika feodalisme bersekutu dengan
nasionalisme akan berbahaya untuk demokrasi, kemajuan dunia dan kesejahteraan rakyat.
“[…]
semangat feodalisme yang masih hidup sesuai dengan semacam nasionalisme,
menjadi nasionalisme yang mempunyai semacam solidarisme, yaitu
solidarisme-feodal (yang hierarkis), menjadi fasisme alias musuh kemajuan dunia
dan rakyat sebesar-besarnya.” Demikianlah kata Sjahrir dalam Perjoeangan Kita.
Membaca
penggalan dalam Perjoeangan Kita itu, saya mengimajinasikan Sjahrir sedang berorasi
di atas mimbar dengan semangat berapi-api, meskipun saya tidak memiliki ingatan
sama sekali tentang cara Sjahrir berorasi. Perjumpaan saya dengan Sjahrir
melalui buku ringkas tentang Sjahrir yang diterbitkan oleh Tempo dan KPG. Itu
sekitar dua tahun yang lalu. Pada pamflet ‘Perjoeangan Kita’ adalah bentuk
perjumpaan lebih lanjut saya dengan Sjahrir.
Apa
yang dituangkan Sjahrir dalam Perjoeangan Kita adalah pemikiran dan
keberpihakan ideologisnya. Benar adanya: Perjoengan Kita adalah pamflet
ideologis yang menghendaki terjadinya revolusi nasional sebagai revolusi kerakyatan
di Indonesia.
Revolusi
kerakyatan dimaksudkan sebagai perlawanan terhadap feodalisme dan fasisme.
“Meskipun kita telah berpuluh tahun berada di dalam lalu-lintas dunia modern,
meskipun masyarakat negeri kita telah sangat dirubah dan dipengaruhi olehnya,
akan tetapi rakyat kita terutama di desa, alam kehidupan serta pikiran orang
masih feodal,” tegas Sjahrir. Revolusi kerakyatan adalah revolusi sekaligus
pembersihan terhadap “noda-noda fasis kolonial Belanda atau fasis militer
Jepang.” Revolusi kerakyatan juga perjuangan demokratis dengan penegakan pada
hak-hak pokok rakyat berupa “kemerdekaan
berfikir, berbicara, beragama, menulis, mendapat kehidupan, mendapat
pendidikan, turut membentuk dan menentukan susunan dan urusan negara dengan hak
memilih dan hak dipilih.”
Bukan
hanya feodalisme dan fasisme yang menjadi halangan untuk kemajuan, bagi
Sjahrir, nasionalisme yang meluap-luap akan menjadi hambatan berarti bagi
kemajuan rakyat Indonesia. Pembencian terhadap asing, misalnya, akan mencekik
diri Indonesia sendiri. Perjuangan Kita bukanlah perjuangan antara pribumi dan
asing, dan semua yang berbau asing dianggap buruk. Perjuangan Kita adalah “pada
pengorbanan perasaan keadilan dan kemanusiaan, karena hanya semangat kebangsaan
yang dipikul oleh perasaan keadilan dan kemanusiaan dapat mengantar kita maju
di dalam sejarah dunia.”
Bisa
dibilang, Sjahrir lebih dekat dengan kosmopolitanisme ketimbang nasionalisme.
Bahkan, ia menghendaki sekaligus ‘memprediksi’ bahwa “kebangsaan akan menemui
ajalnya di dalam suatu kemanusiaan yang meliputi seluruh dunia menjadi satu
bangsa, yaitu bangsa manusia yang hidup di dalam pergaulan yang berdasar
keadilan dan kebenaran, tidak lagi terbatas oleh perasaan-perasaan sempit yang
memecah manusia sesama manusia oleh karena kulitnya berlainan warna, atau oleh
karena turunan darahnya berlainan.”
Pada
yang global, perjuangan seharusnya didasarkan sekaligus ditujukan. Yang global
haruslah dilawan dengan yang global pula. Begitulah kira-kira. Oleh karenanya,
perjuangan melawan kapitalisme haruslah perjuangan global atau internasional,
karena kapitalisme telah menjadi kekuatan yang sungguh-sungguh internasional.
Sebagai
golongan yang paling terdampak kapitalisme, perjuangan kaum buruh haruslah
perjuangan solidariteit internasional.
Tak hanya solidaritas kamu buruh internasional yang melawan kapitalisme,
melainkan juga turut serta bersolidaritas dengan golongan-golongan lain seperti
feminisme, aktivis lingkungan dan lain sebagainya.
Dengan
Sjahrir, saya berjumpa dengan ide-ide besar dan menyatakan kesetujuan
terhadapnya, bahwa cara-cara fasis untuk melawan kolonialisme dan segala bentuk
penjajahan tidak dibenarkan. ‘Perjoengan Kita’ adalah melawan fasisme juga
feodalisme dengan melakukan revolusi kerakyatan yang –mengutip Ben Anderson--
tujuan utamanya adalah kebebasan dan kemerdekaan demi kesejahteraan rakyat.
Comments
Post a Comment