Optimisme
Optimisme kerap kali mengubur akal
sehat, membutakan hati nurani dan menimbun kemanusiaan. Hak asasi manusia
disingkirkan. Termasuk optimisme pada khilafah, begitu pula optimisme pada
Pancasila sebagai palu gada atas pelbagai persoalan-persoalan di Indonesia. Menyingkirkan
yang bukan-khilafah, meniadakan yang bukan-Pancasila. Meskipun, pelabelan ‘bukan’
tersebut bersifat sepihak dan sewenang-wenang. Bahkan tak segan-segan melakukan
kekerasan atas nama tegaknya khilafah dan Pancasila.
‘Mereka’ tidak dianggap, sehingga
sering kali lontaran yang berkembang “kalau tidak Pancasilais, mending keluar
dari Indonesia, karena Indonesia bersepakat dengan negara Pancasila” dan “kalau
tidak setuju khilafah, mending keluar dari bumi Allah, karena khilafah adalah
ajaran Allah.” Keduanya sama berbahanya bagi akal sehat, hati nurani dan
kemanusiaan. Bahkan yang paling berbahaya dan kacau akal sehatnya karena
tergenang lendir kekuasaan dan keberpihakan politik adalah menganggap yang
pro-Jokowi sebagai Pancasilais dan pro-Prabowo sebagai pendukung terorisme dan
radikalisme. Cara berpikir yang tidak sekadar kacau, melainkan busuk yang dapat
merambat ke bagian tubuh lain, hati nurani.
Ambillah jeda dan tundalah oposisi
biner yang ‘bukan-bukan’ itu, yang ‘pro-pro’ itu. Pada jeda dan penundaan itu,
akal sehat dan hati nurani berbicara lantang atas nama kemanusiaan, demi
melawan dominasi yang ‘bukan-bukan’ dan ‘pro-pro’ itu.
Comments
Post a Comment