UU Anti-Terorisme dan Jebakan Konservatisme

UU Anti-Terorisme disahkan. Ada motif politik dan ideologi dalam definisi terorisme. Bagaimana cara mengetahui haluan politik dan ideologi seseorang adalah persoalannya. Kita tidak mempunyai takaran yang pas untuk menetapkan haluan politik dan ideologi, sedangkan hukum seharusnya terhindar dari arti mana suka yang berkuasa.

Ada ancaman kekerasan yang dapat diartikan mana suka oleh yang berkuasa, oleh yang memiliki kepentingan. Bisa saja kritik berupa karikatur, meme, lelucon, satire atau apalah itu diterjemahkan sebagai perbuatan melawan hukum yang dapat menimbulkan rasa takut terhadap orang atau masyarakat secara luas atau mengekang kebebasan hakiki seseorang atau masyarakat. Semua bisa diterjemahkan sesuka hati. Kebebasan berpendapat, berekspresi dan berorganisasi, suatu saat, akan menjadi korban.

Ada juga pelibatan TNI dalam pelibatan aksi terorisme. TNI ‘menjadi’ aparat atau penegak hukum. Yang menarik pula adalah upaya deradikalisasi melalui pembinaan wawasan kebangsaan dan keagamaan. Ini namanya: permasalahan yang ditimbulkan oleh kanan, lalu diberi solusi dengan perspektif kanan juga. Hanya pada lingkaran itu-itu saja. Kanan yang berbasis pada doktrin keagamaan, dengan kanan yang berbasis pada ultra-nasionalisme. Padahal, terorisme bisa dilakukan oleh siapa saja; membunuh atas nama agama demi surga atau membunuh atas nama nasionalisme demi obsesi pada stabilitas keutuhan. Keluar dari jurang konservatisme dan masuk ke jurang konservatisme yang lain.


Kita butuh politik progresif; wacana keagamaan yang progresif, wacana kebangsaan yang progresif pula. Untuk menandingi konservatisme.      

Comments