Kita Mengutuk Kekerasan

Kita sama-sama mengutuk kekerasan. Atas nama apapun. Mengutuk terorisme. Mengutuk bom di tempat ibadah dan di manapun. Kemanusiaan selalu dan sudah pasti terluka akibat tindak kekerasan. Akal sehat dihina. Tapi mengapa selalu ada kekerasan? Mengapa aksi terorisme terus berulang dari waktu ke waktu padahal gaung toleransi menggema di mana-mana dan lembaga negara dibentuk untuk mencegah dan menindak terorisme?

Kita tak bisa berhenti pada konsep toleransi dan menggaungkan agama kasih. Toleransi merupakan konsep sosiologis. Kehidupan sosial yang harmonis dalam keberagaman. Menggaungkan toleransi dan agama kasih tidak lah memadai. Karena tiap agama memiliki dimensi dan potensi kekerasan. Agama tidak sekadar dilandasi oleh kitab suci yang mewartakan kebaikan, tapi juga dibentuk oleh sejarah, oleh interpretasi atas kitab suci, oleh persentuhan-persinggungan dengan perbedaan, oleh perang, oleh kenangan tentang kejayaan dan heroisme. Kerap kali, tindak kekerasan, aksi terorisme adalah soal pertentangan kenangan dan imaji kolektif. Kita tak bisa menafikan itu. Toleransi sembari mengutuk yang ‘bukan kita’, ‘yang lain’.

Kita tak bisa berhenti pada konsep toleransi dan menggaungkan agama kasih. Lebih jauh lagi, kita harus masuk pada tataran teologis. Nurcholis Madjid (Cak Nur) memajukan teologi inklusif. Agama layaknya roda pedati dengan titik tengah sebagai tujuan semua agama, yakni Tuhan. Apapun nama tiap agama menyebut. Sedangkan jeruji roda adalah jalan menuju Tuhan. Jalan itu adalah agama-agama.

“Tuhan dengan banyak ‘rupa’,” kata Swami Vivikananda, “semua jalan menuju Tuhan.”

Atau jalan filsafat alteritas yang dimajukan oleh Emanuel Levinas. Perjumpaan dengan ‘mereka’, dengan ‘yang-lain’ merupakan perjumpaan dengan ‘kita’. Karena di balik ‘wajah kita’, ada ‘wajah mereka’. Begitupun sebaliknya: di balik ‘wajah mereka’, terdapat ‘wajah kita’.

Kita harus beranjak dari sekadar menggaungkan toleransi dan agama kasih menuju melafalkan secara lantang teologi inklusif dan filsafat alteritas.     

    

Comments

Post a Comment