Goenawan Mohammad: “Saya Punya Kecemburuan pada Mahbub.”
Sumber gambar: Berdikari Book |
Goenawan Mohammad melempar satu
pertanyaan pada kata pengantar untuk kumpulan tulisan Mahbub Djunaidi berjudul Kolom Demi Kolom (IRCiSoD): “Bagaimana
dia bisa menulis hingga orang tertawa, padahal isinya cukup serius?” Bukan pertanyaan
sebenarnya. Sebuah ungkapan kecemburuan yang memang diakui GM atas kolom-kolom
Mahbub Djunaidi. Dan ketakjuban tentunya. Saya pun begitu. Takjub, tertawa dan kadang
misuh pada diri sendiri, asu! Kok bisa ya?
Mahbub menyajikan tulisan dengan cara
bertutur yang sangat sederhana, namun isinya mendalam. Kedalaman isi dan
keluasan wawasan Mahbub menubuh dalam tulisan-tulisannya. Membacanya seakan-akan
tidak sedang membaca tulisan tentang politik, demokrasi, kebudayaan,
pendidikan, sejarah dan hal-ikhwal Amerika. Metaforanya pas, analoginya tepat. Beberapa
kata dan kalimat yang saya catat, antara lain:
“Para orang tua memang cemas betul
terhadap penerbitan porno, dalam arti: terbaca anak-anaknya, bukan dirinya
sendiri.” (hlm. 21) Halo para orang tua
yang suka menyimpan kaset CD pornonya atau menghapus riwat di browser smartphone
atau laptop.
“[…] urusan manusia sudah terlanjur
ruwet, mustahil bisa dipahami hanya dengan memperlakukan mereka bagaikan bundle-bundel
dan angka-angka.”
“[…] ekonomi “bukan ini dan bukan itu”
tampil lagi dalam urusan strategi.” (hlm. 53) Pernyataan ini untuk menanggapi
sosialisme ala Indonesia dalam GBHN yang bukan Etatisme dan bukan pula liberal.
“Atau jangan-jangan memang bukan sosialisme sama sekali,” sindir Nyoto. Mirip-mirip
Pancasila yang akhir-akhir dijadikan tameng kekuasaan demi NKRI harga mati.
Pancasila itu tengah-tengah; bukan liberal, apalagi komunis atau jangan-jangan
memang bukan Pancasila sama sekali.
“Belakangan ini ada anjuran hidup
sederhana, tidak bermewah-mewah. Bagi orang melarat, ini gampang. Buat saya,
berat juga. Habis, buat apa uang banyak, buat arsip?” (hlm. 103) Menggelitik
bikin ketawa-ketiwi. Jika masih hidup, mungkin saat ini Mahbub menjadi komika
yang tidak hanya menghibur, tapi mengedukasi.
“Orang komunis yang sakit bagaimana pun
masih lebih baik daripada kapitalis yang sehat, […] tetapi, komunis yang sehat
tentu lebih baik daripada komunis yang sakit, loyo ataupun sempoyongan.” (hlm.
118) Mahbub mengutip secara tidak langsung kalimat tersebut dari DN Aidit. Wahai
kamerad, jangan sekali-kali meninggalkan olahraga. Ingat men sana in corpore sano. Di mana ada orang, di sana ada korporasi,
heuheu.
Dan beberapa lagi sih kutipan-kutipannya. Bisa dibaca
sendiri deh.
Comments
Post a Comment