Demokrasi Dibajak oleh (yang katanya) Nasionalis tapi Defisit Akal Sehat
Perppu Ormas
dikeluarkan. Isinya pelarangan menyebarkan paham bertentangan dengan Pancasila
dan melakukan tindakan separatis serta beberapa poin lainnya. Dua hal tersebut
menjadi kata kunci dan paling banyak diperbincangkan. Perppu Ormas lalu menjadi
undang-undang, UU Ormas.
Desas desus
yang berkembang, Perppu Ormas dikeluarkan untuk membungkam Hizbut Tahrir
Indonesia (HTI). Kelompak Islam yang menyodorkan konsep negara Islam atau
khilafah di Indonesia serta paling lantang mengkritik pemerintah Jokowi-JK.
Hendak mengganti sistem demokrasi dan Pancasila. Tentunya, pro-kontra muncul.
HTI dibubarkan.
Kementerian Hukum dan HAM mencabut status badan hukum ormas HTI karena dianggap
menyimpang dari ideologi Pancasila dan NKRI. HTI menggugat ke PTUN. Lewat jalur
konstitusional. Hari ini, 7 Mei 2018, gugatannya ditolak. Hestek pro-pembubaran
HTI berseliweran. Banyak yang senang dan bahagia. #HTIBubar7Mei
#JagaNKRITolakKhilafah #NKRIYesKhilafahNo #JagaPancasilaTolakKhilafah dan
banyak lagi yang lainnya. Seakan-akan Pancasila aman dan NKRI tetap utuh. Ini nasionalisme katanya, tapi defisit akal
sehat. Mengapa demikian?
Tak ada yang
keliru ketika HTI mengusung khilafah sebagai sistem negara dan mengganti
Pancasila. Sah-sah saja dalam demokrasi. Mengatakan demokrasi sebagai sistem thogut dan haram sembari menghirup udara
dari demokrasi itu sah-sah saja, tak masalah. Asalkan dilakukan lewat jalur
konstitusional. Sepengetahuan saya, HTI senantiasa menyebarkan paham dan
gagasannya lewat jalur konstitusional. Tidak lewat jalur pentungan dan kekerasan.
Malah Front Pembela Islam (FPI) yang suka main kekerasan, sweeping sana-sini , bertindak bak aparat hukum, tidak dibubarkan.
Merubah sistem,
falsafah dan ideologi negara itu sah-sah saja. Dalam sejarah itu ada. Di seluruh
dunia mengalami perubahan. Bukankah sejarah perkembangan negara adalah sejarah
perubahan sistem dan ideologi negara. Dari yang monarki ke demokrasi. Dari yang
komunisme ke kapitalisme.
Pancasila tidaklah
final. Ia suatu saat dapat diubah kok.
Tergantung perkembangan dan ada yang hendak mengubahnya. HTI hendak mengubah
itu. Silahkan. Yang hendak mempertahankan, ya persilahkan. Kerahkan argumentasi,
tarung wacana dan tentunya lewat jalur konstitusional. Tidak usah pembubaran. Justru
dengan pembubaran, HTI semakin solid membangun pemikiran dan gerakan lewat
gerilya. Tapi bisakah ideologi dibubarkan? Tidak bisa. Organisasinya saja yang
bubar, ideologi dan orang-orangnya tidak. Masyumi dibubarkan, tapi ideologi,
pemikiran dan orang-orangnya (bahkan juga keturunannya) terawat sampai hari
ini.
HTI dengan
khilafahnya kok ditakuti. Ketakutan
pada sesuatu itu bentuk penegasan akan kelemahan dan kekurangan dalam diri
sendiri. Ketakutakan ditutupi dengan hesteg (yang katanya) nasionalis, tapi defisit
akal sehat.
Bukankah
antara HTI dengan yang bikin hesteg #HTIBubar7Mei dll. itu sama-sama ekstrem
kanan? Yang satu fundamentalisme keagamaan, yang satunya lagi ultra-nasionalis.
Comments
Post a Comment