Indonesia tidak dibangun dengan oposisi biner

Indonesia tidak dibangun dengan oposisi biner. Kemerdekaan Indonesia bukan semata-mata usaha ‘pribumi’. Toh term pribumi sangat problematis. Goenawan Mohammad dalam salah satu kuliahnya di Salihara berkata kategorisasi pribumi dan non-pribumi sangatlah arbitrer. Merupakan sekadar kategori politis dan birokratis demi memudahkan birokrasi Hindia Belanda.

Ariel Heryanto dalam kuliahnya di UI bercerita bagaimana kaum buruh perkapalan dari pelbagai bangsa di Australia mendukung kemerdekaan Indonesia. Ada dari serikat buruh Australia, Cina dan India. Yakni dengan mogok  kerja. Tidak mengantarkan kapal berisi orang-orang Belanda –dengan membawa senjata lengkap di dalamnya—untuk menyerang (merebut kembali) Indonesia paska deklarasi kemerdekaan. Semua cerita itu dapat disaksikan dalam film dokumenter berjudul Indonesian Calling (1946) garapan Joris Ivens.

Sekali lagi, Indonesia tidak dibangun dengan oposisi biner. Siapa penjajah juga tak serta merta adalah orang Belanda. ‘Pribumi’ (saya masih menggunakan term ini untuk keperluan praktis) bahkan menjajah dan menindas bangsanya sendiri lebih kejam. Orang Belanda banyak juga yang berpihak pada nasib rakyat. Demikianlah film Max Havelaar (1976) bertutur pada kita. Bupati Lebak Banten mengeruk pajak lebih kepada rakyatnya, yang tak lain adalah sebangsanya. Tidak sekadar mengeruk, lewat jabatan struktural di bawahnya dan ‘militer’, ia tak segan-segan merampas kerbau, padi dan hasil bumi lainnya.

Yang menjadi halangan ia singkirkan. Termasuk dengan meracuni Slotering, asisten-residen Lebak, yang hendak mengungkap penyalahgunaan kekuasaan di Lebak. Max Havelaar –sebagai pengganti Slotering—tak luput dari ancaman-ancaman dan penjegalan-penjegalan. Pekarangan rumah dinasnya tiba-tiba penuh ular. Yang terakhir, Havelaar dipindahtugaskan (resign) ke Ngawi.

Rupanya, Bupati Lebak kongkalikong dengan Residen.

Tanah subur, sawah di mana-mana, air tak kurang, sumber daya alam melimpah, tapi rakyat kelaparan dan miskin. Jauh dari kata sejahtera. Sampai hari ini pun kondisi demikian masih. Hanya berganti pemerintahan saja. Dari negara Hindia Belanda menjadi Indonesia merdeka. Penindasan dan penjajahan tetap saja. Namun kali ini dilakukan oleh bangsanya sendiri terhadap sebangsanya sendiri. Bukankah dulu demikian sebagaimana dalam film Max Havelaar? Berarti taka da kemajuan atau demikianlah watak manusia ketika berkuasa: mempertahankan kedigdayaan kekuasaan dengan cara apapun?  
   

Comments