Menjajakan Kebaikan dan Demokrasi Mahasiswa UGM

Setiap hajatan Pemilwa UGM (dan hajatan pemilu lainnya), saya selalu bingung. Bukan bingung dalam menjatuhkan pilihan ke partai apa dan calon yang mana, tapi bingung ini ada apa. Kok 'kebaikan' ada di mana-mana. Seakan-akan bertabur kebaikan se-tahun sekali. 

Tidak ada orang jahat, buruk apalagi kejam. Semuanya baik-baik. Semua kontestan memoles diri seakan-akan dialah yang paling baik, golongan merekalah yang paling baik untuk organisasi mahasiswa UGM ke depannya. Memoles diri dengan design artistik, dengan slogan-slogan yang terjatuh pada jurang sloganistik, dan dengan hastag-hastag. Di sinilah dimulainya kebaijakan dijajakan.

Bukannya baik ya mengkampanyekan dan menjajakan kebaikan? Baik. Saya setuju dengan itu. Tapi kebaikan yang didefinisikan semata-mata persoalan moral adalah bencana bagi demokrasi. Diperparah jika moral berdasarkan agama tertentu. Demokrasi adalah kontestasi yang berdasarkan argumentasi rasional. Program-programnya, kebijakan-kebijakannya harus dibesarkan di atas landasan akal sehat. Ukuran suksesi kepemimpinan harus berdasarkan alasan rasional. Nalar menjadi ukuran. Bukan malah morilizing politic dalam demokrasi. Inilah esensi demokrasi yang harus dipegang teguh.

Pemikiran-pemikiran dan gagasan yang rasional tersebut harus dikontestasikan. Harus diadu. Dalam konteks kontestasi, di sinilah pentingnya mengambil sikap politis nan ideologis. Kata-kata 'sinergi', 'harmoni', 'serempak', 'bergerak bersama', dan kata sejenis lainnya adalah kata-kata yang muncul dari ketidakberdayaan dalam mengambil dan menentukan sikap dalam demokrasi.

Tidak ada kata-kata itu dalam makna esensial demokrasi yang kontestatif dan konfrontatif. Tidak ada. Kalau memang ada (dan saya kira ini diadakan untuk membranding diri atau golongan), kenapa harus berkontestasi, kenapa harus berdemokrasi, dan kenapa tidak 'bergerak bersama secara serempak untuk sinergi dan harmoni UGM'? Toh ketika memenangkan Pemilwa UGM, golongannya sendiri yang masuk dalam struktur. Padahal gagasan dan pemikirannya sama: untuk UGM yang lebih baik. Inilah bentuk hiprokrit yang dibungkus dalam jubah kebaikan.

Oh ya, terakihr, frase 'untuk UGM yang lebih baik' ini tidak usahlah digunakan ke depannya. Dari dulu sampai sekarang semua mahasiswa kalok mau maju di Pemilwa UGM bilangnya kayak gini mulu. Semua orang tau kalok kamu hendak berbuat untuk UGM yang lebih baik serta bangsa dan negara tercintah. Kalok frase ini masih saja digunakan, inilah bentuk kemiskinan gagasan dan pemikiran mahasiswa UGM yang ikut dalam pesta demokrasi.

Comments