Jangan Remehkan Diplomasi

Jalan diplomasi kerap kali dipandang sebelah mata. Terutama pada masa awal revolusi kemerdekaan, menempuh jalan diplomasi dengan penjajah berarti merelakkan diri dituduh sebagai pengkhianat, antek penjajah. Padahal, diplomasi adalah bentuk lain dari perlawanan.

Adalah Sjahrir, perdana menteri pertama Indonesia, yang senantiasa mengedepankan jalan diplomasi, tinimbang bentrok-fisik, perang, yang mengorbankan banyak manusia. Kemanusiaan yang dilandaskan pada prinsip kesetaraan dan kebebasan adalah fondasi diplomasi Sjahrir.

Beberapa torehan Sjahrir lewat jalur diplomasi dapat memperteguh kedaulatan bangsa-negara Indonesia, yang pada waktu itu sangat membutukan pengakuan kemerdekaan oleh negara lain dan internasional. Salah satunya adalah perjanjian Linggarjati yang melibatkan kedua belah pihak; Indonesia dan Belanda. Perjanjian Linggarjati menjadi titik awal Indonesia didengar oleh dunia internasional, lebih-lebih dibicarakan di forum PBB.

Isi perjanjian ini berupa: wilayah Indonesia secara de facto hanya Jawa dan Sumatra, dan Indonesia kemudian menjadi Republik Indonesia Serikat yang tergabung dalam Uni Indonesia Belanda. Banyak kalangan menganggap perjanjian ini menguntungkan pihak Belanda. Tapi, dari perjanjian ini, Indonesia dapat memperkarakan Belanda pada sidang Dewan Keamanan PBB, 14 Agustus 1947, di Lake Succes, New York, Amerika Serikat.

Yang tidak puas akan perjanjian Linggarjati ini malah pihak Belanda. Schemerhom, sebagai wakil Belanda yang menandatangi perjanjian ini mendapat kritik keras dari pemerintah dan parlemen Belanda. Ia tersingkir dari panggung politik Belanda.

Karena tidak puas dengan perjanjian Linggarjati, pada 20 Juni 1947, akhirnya Belanda melancarkan aksi militer pertamanya di Indonesia dengan menduduki kota-kota besar. Artinya, Belanda melanggar pasal arbitrasi yang ada dalam perjanjian Linggarjati. Dan pasal inilah yang disampaikan Sjahrir di Sidang Dewan Keamanan PBB.

Kata Sjahrir: “[...] ada satu fakta yang hendak saya tekankan: pihak Belanda tidak membantah semua fakta yang terungkap pada pernyataan terakhir saya, di mana Belanda mengingkari perjanjiang Linggarjati. [...]”

Belum lagi diplomasi ‘beras’ Indonesia dengan India, antara Sjahrir dan Nehru. Sehingga Indonesia dan India berkawan dan mengakui kemerdekaan Indonesia.

Meskipun tujuannya untuk kedaulatan Indonesia, jalan diplomasi Sjahrir menuai banyak kritik dan hujatan. Perjanjian Linggarjati ditentang oleh pengikuti Tan Malaka, pengikut Bung Tomo dan tentara yang menginginkan kemerdekaan 100%. Jendral Soedirman juga menentang politik diplomasi Sjahrir. Para penentang diplomasi Sjahrir tergabung dalam Persatuan Perjuangan yang menampung 141 wakil organisasi politik, tentara dan pemuda radikal, termasuk di dalamnya Jendral Soedirman dan Tan Malaka.  

Comments