Kebebasan, Ilusi Kah?

Poster film Bang Gang: A Modern Love Story
Apa yang dirayakan dari sebuah kebebasan? Kebebasan kah? Atau kebebasan ‘untuk’ sesuatu hal di luar dirinya? Ada kehangatan, kebahagian, kenikmatan, kesenangan, dll.

Kebebasan sebenarnya tidak ada. Nihil. Kosong. Dalam kekosongan nan kenihilan itu, kebebasan dengan raut hore dan berjingkrak serta selancar tangan, dirayakan.

Kebebasan adalah bentuk lain dari ketidakbebasan. Sekadar mengikuti pola-pola yang sudah ada. Hanya meniru apa yang orang lain lakukan dengan jargon kebebasan pula. Atas nama kebebasan orang lain, kita merayakan kebebasan. Cuman ikut-ikutan doang.

Persis. Sekelompok anak muda di Prancis melakukan pesta seks atas nama kebebasan –sebagai produk revolusi. Awalnya sih sekadar percintaan remaja pada umumnya. Senyum-senyum, pegangan, raba-raba, cium sana cium sini, dan berakhir di atas ranjang. Cuman dilakukan berdua bersama pasangannya atas nama cinta (dan tentunya kebebasan).

Namanya juga manusia, urusan cinta ‘i’m yours and you’re mine’ tak bakal rampung di atas ranjang sendiri. Ingin menjajah ranjang-ranjang orang lain. tak terkecuali sahabat pasangannya sendiri. Begitu tau, bisa ditebak reaksinya: kecewa, campur marah, pening, galau.

Di balik kekecewaan, ada kehendak untuk melarikan diri, pelarian. Mulanya, atas saran teman dekat, pakek obat-obatan. Lalu, “gag asyik nih kalok cuman kumpul-kumpul kayak gini doang”. Diciptakanlah permainan. Botol minuman diputer. Yang kena tunjuk ujung dan pangkal botol, (awalnya) ciuman, (lalu) berlanjut di ranjang.

Suatu permainan harus punya nama, nomenklatur. Dinamilah permainan iseng itu tadi: Bang Gang. Nama ini pula yang menjadi judul film Bang Gang: A Modern Love Story. Besutan sutradara Eva Husson.

Sejak saat itu, pesat seks, oleh sekolompok anak muda tersebut dinamakan Bang Gang. Terus berlanjut dan berkali-kali. Sampai salah seorang dari mereka terkena sifilis, penyakit kelamin yang menular. Kabar penyakit itu berhempus ke sekolah tempat sekelompok remaja itu belajar.

Lalu? Mereka berhenti. Masing-masing pergi ke keluarganya. Menjalankan aktivitas bersama orang-orang terdekat.

Sisi lain, di balik masyarakat yang (katanya) bebas, sebenarnya tak bebas-bebas amet. Saat video salah dua dari mereka tersebar bebas di youtube dan dapat diakses dengan mudah oleh orang lain, cemohan, hardikan, dan olok-olokan ‘pelacur’ dari teman sekolah mereka menjadi makanan sehari-hari.

Seks yang digandrungi oleh setiap orang, nyatanya hanya boleh di ruang tertentu. Walaupun dalam masyarakat yang telah merayakan kebebasan. Seks adalah ruang privat. Begitu privasi itu diketahui oleh banyak orang, ia menjadi aib. Meskipun nyatanya pornografi adalah konsumsi publik, tapi tetap: dirayakan di ruang privat.

Revolusi tak mengantarkan kebebasan (liberte). Revolusi adalah tapal batas, persinggahan, dari ketidakbebasan yang satu ke ketidakbebasan yang lain. Batas itu adalah sifilis.


Di Indonesia, tapal batas itu reformasi. Pintu masuk menuju ketidakbebasan yang lain sekaligus pintu keluar dari ketidakbebasan. Bukankah kita sekarang sedang merayakan kebebasan ber-hoax ria atau ketidakbebasan?

Comments