Durian Berduri

Mencium durian di hotel. Salah satu adegan dalam film pendek berjudul
'Durian'.
Apakah ada durian tak berduri? Durian gundul, mungkin, yang telah dipangkas durinya oleh tukang durian amatir. Tapi toh ia tetap punya duri. Durian dan duri adalah satu tarikan nafas. Tak dikatakann durian jika ia tak memiliki duri. Dari namanya saja kan duri(an).

Tapi durian satu ini berbeda dengan durian yang dijajakan di pinggir jalan, dipajang di supermarket. Ia memang berasal dari keduanya, tapi nasib membawanya ke hotel. Durian yang naik takhta. Dan duri pada durian yang naik takhta ini betul-betul berduri; durinya dapat bercerita tentang kompleksitas rumah tangga.

Adalah Rizal Dewantoro (diperankan oleh Lukman Sardi) yang membawanya ke hotel, meskipun pada meja resepsionis terpampang jelas larangan membawa durian. “Si bos maunya begitu Pak Hamdan. Dia gag suka bau duren. Katanya gag bagus buat sirkulasi kamar,” terang seorang resepsionis kepada Hamdan, seorang provos yang bertugas di unit khusus kejahatan moral dan sesekali mengecek hotel barangkali ada pelanggar moral.

Di kamar hotel, Rizal memakan durian dengan “ditemani” seorang perempuan bernama Amira (Lidia Andriani). Amira adalah ‘perempuan kedua’ di samping istri sahnya. Apabila istri garis edarnya hampir tak terbatas –ia bisa dibawa oleh Rizal ke mana saja; ke mall, pasar, gedung bioskop, kondangan— ‘perempuan pertama’ sebatas di kamar hotel. Dalam kamar hotel inilah, D(d)urian –yang juga dijadikan judul film pendek besutan sutradara Farishad I. Latjuba ini— bertutur perihal moralitas dan tanggung jawab dalam keluarga.

“Zal... kenapa sih kita selalu di kamar hotel kayak gini? Kamu tuh gag pernah ngajak aku nonton, jalan-jalan kek di mall, makan di restoran yang bagus-bagus, kayak Planet Hollywood, Hard Rock Cafe. Kenapa sih?,” keluh Amira pada Rizal. Ia gelisah, bosan, merasa tak nyaman. Padahal, selama ini ia merasa aman dan nyaman. Hotel adalah zona aman dan nyaman bagi siapa saja; termasuk dan terutama untuk pasangan selingkuh.

Rizal, yang menjadi muara kata-kata Amira, gusar. Kegusarannya diatasi dengan makan durian yang ia ambil dalam kresek hitam, lalu pergi ke kamar mandi dan memaki-maki di depan cermin.

“Zal... Aku telat. Aku udah tes kehamilan, terus hasilnya positif. Aku harus ke dokter, Zal. Aku gag mau aborsi. Tapi aku takut. Gimana dengan orang tuaku, gimana Zal?,” Amira berterus terang, namun tak melihat, apalagi menatap Rizal. Kata-katanya meluncur tanpa spasi, dengan nada pelan, dipungut dari pengalaman di atas ranjang hotel beberapa waktu sebelumnya.

Rizal diam. Ia berhenti mengunyah durian. Tatapannya kosong. Diangkatnya satu buah durian utuh, lalu dihampirinya Amira yang berada di hulu ranjang dan masih membelakanginya. Ia hendak menimpuk kepala Amira dengan durian. Dalam bayangannya, ia memprediksi: durian (di)jatuh(kan) ke kepala Amira, kemudian mati. Tapi, ia mengurungkan. Diturunkannya durian itu. Saat durian tak sepenuhnya turun, Amira menoleh, lalu reflek: mengambil benda di sekitar dan memukulkannya pada Rizal. Rizal terjungkal, kepalanya mengenai durian yang ia pegang tadi. Mati.

Apa yang dilakukan Amira setelah mengetahui Rizal mati? Sebagaimana kebanyakan orang, ia panik. Walaupun, ada faktor ketidaksengajaan di situ. Apakah ketidaksengajaan mampu mengalahkan rasa takut dan panik? Tidak. Amira membuktikannya, tidak mampu. Ia memasang rok, lalu berlari ke luar kamar menuruni tangga hotel.

Sementara di sisi lain, istri Rizal beserta anaknya dan sopirnya masuk ke hotel dengan membawa durian yang dibungkus kresek hitam. Mereka juga terburu-buru. Dari atas, Amira turun dengan terburu-buru juga. Dengan polesan yang dramatis dan efek slow motion, sopir yang membawa durian untuk Rizal bertabrakan dengan Amira. Durian keluar dari sarangnya, kresek hitam, dan jatuh mengenai kepala Amira yang telah terlebih dahulu jatuh. Amira mati.

Keduanya mati.

Buah durian bercerita tentang keluarga beserta kompleksitasnya. Juga tentang misteri kematian; siapa sangka kematian berada di ujung duri durian.

Dan buah durian masih melanjutkan ceritanya di pedagang kaki lima pinggir jalan yang dengan mudah dijumpai saat musim durian.

Comments