The Old Man isn’t Old
Buku karya Ernest Hemingway (The Old Man and The Sea) yang telah dialihbahasakan oleh Penerbit Serambi |
Bagaimana jika kau
melihat, atau mendengar cerita tentang, orang lanjut usia memanggul beban yang
sangat berat dan tak sebanding dengan kekuatannya. Seraya mengelus dada; antara
kasihan dan kagum akan kegigihannya, antara ingin membantu dan hendak tidak
memanjakannya. Seringkali, hidup berada dalam paradoks: melihat orang lain
dengan kacamata kita, melihat ‘yang-lain’ dengan kacamata ‘aku’ seakan ‘aku’
tak hadir pada ‘yang-lain’.
Apakah orang tua yang
sedang memanggul beban berat butuh bantuan kita –yang muda dan kuat? Butuh. Kiranya
demikian yang saya temukan dalam cerita rekaan Ernest Hemingway pada novel The Old Man and The Sea (Lelaki Tua dan
Laut). Ia –orang tua—sedang sendirian saat beban menghampirinya; ia –yang seorang
nelayan— sedang memancing, umpannya dimakan ikan Marlin besar yang tak rela
dagingnya disantap manusia begitu saja. Tarik menarik antara pak tua dan ikan Marlin
pun terjadi. Berjalan dramatik dan dalam rentang waktu yan cukup lama.
Di tengah pertarungan, ia
merindukan sahabatnya, anak laki-laki, berada di sampingnya; membantunya mengangkat
ikan Marlin --yang mulutnya telah meyatu dengan kail-- ke atas perahu, selepas
itu merayakan kemenangan dengan sepotong roti di tangkan kiri dan sebotol bir
di tangan kiri. Tapi sayang, ia sendirian. Anak lelaki sahabatnya hanya ada
dalam bayang-bayang, dalam harapan.
Membaca The Old Man and The Sea adalah membaca
batas dan bayang-bayang; sikap penuh optimisme berkelindan dengan realitas. Pak
Tua hendak merengkuh ikannya, membawanya ke darat, lalu berpesta. Namun, apalah
daya, kekuatan Pak Tua yang mulai ringkih dan ikan Marlin besar yang tak mau
ditangkap begitu saja. Emang, si(apa)
yang mau menyerahkan nyawa dan tubuhnya kepada yang-lain tak dikenal?
Pak Tua berhasil membawa pulang ikannya ke daratan, meskipun tidak dalam keadaan utuh. Di sepanjang jalan menuju daratan, ikan-ikan besar lain mencabik-cabik ikan tangkapan Pak Tua. Yang tersisa hanya tulang besar di pesisir di samping perahu dan nelayan lain terheran-heran. Pak Tua pergi ke gubuknya, merenggangkan otot, beristirahat.
Comments
Post a Comment