Bagaimana menyatakan cinta?
Tokoh Abang diperankan oleh Lukman Sardi. Ia menyatakan cinta dengan tak berucap. |
Bagaimana cinta ‘seharusnya’ dinyatakan? Dengan jalan apa pembuktian cinta
ditempuh?: bahwa seseorang sedang jatuh cinta kepada orang lain; tidak sekadar
meyakinkan kalau cinta ada dalam diri, tapi juga bagaimana menyentuh orang
lain.
Ini perihal cinta. Tentang pelibatan dua manusia (atau mungkin juga lebih),
bukan semata-mata satu manusia. Cinta mengharuskan kehadiran ‘yang lain’ ke
dalam diri, dan memastikan ‘yang lain’ hadir bersama ‘aku’, lalu tak ada ‘yang
lain’ dan ‘aku’: adalah ‘kita’; sebentuk peleburan keilahian dalam tradisi
sufisme.
Ini perkara cinta. Selaksa enigma. Ruang penuh kehampaan. Keadaan penuh
misteri. Kebersamaan yang paradoks. Tidak dikatakan cinta jika ia eksplisit,
kentara, dan terkatakan.
Jika hendak dikumpulkan semua huruf yang membentuk kata lalu kalimat lalu
paragraf lalu artikel di seluruh dunia dengan pelbagai bahasa manusia yang ada,
niscaya belum mampu mendefinisikan cinta. Karena pendefinisian adalah
pembatasan dan cinta adalah ketakterbatasan. Ia bisa saja ada pada siapa saja:
pada orang tua yang memukul anaknya karena pulang larut malam, pada petani yang
merawat tanamannya, pada tukang ojek yang mengantarkan penumpangnya, pada kawan
yang berbagi tempat tidur kamar kosnya.
Dan pada siapa saja ia mampir, mengetuk ceruk kedalaman pengalaman manusia.
Kehadiran cinta kadang ketidakhadiran, yang berujung pada “ini tidak adil,”
kata seseorang yang merasa cintanya timpang atau dalam bahasa bekennya ‘cinta
bertepuk sebelah tangan’.
Apakah benar cinta berhilir pada ketidakadilan?
“Hanya orang yang pernah merasakan jatuh cinta yang dapat menjawabnya”.
Cinta adalah soal mengalami, me-nye-tubuh.
Tengoklah film Rectoverso: Cinta yang tak Terucap (2013), niscaya
kita akan bertemu dengan keluasan makna cinta: cinta yang tak terucap, yang
ke-tak-terucapannya diserahkan pada masing-masing individu. Bukan ‘cinta adalah
....’ yang dapat kita jumpai di serial ftv atau iklan sebuah produk atau
ceramah agama ustadz-ustadz-selebritis.
Film yang diangkat dari kumpulan cerpen karya Dewi “Dee” Lestari dengan
judul yang sama ini bercerita tentang cinta yang tak terucap, cinta yang tidak
melulu melahirkan sebuah keluarga.
Dalam film, ada lima kisah berbeda dengan waktu dan tempat yang berbeda
pula. Di balik kisah berbeda itu, ada kesamaan yang hendak ditonjolkan:
sama-sama cinta yang tak terucap, sama-sama cinta yang tak bermuara pada
keluarga.
Ada kisah tentang Abang (Lukman Sardi) yang difabel dengan Leia (Prisia
Nasution) yang cantik; Al (Amanda Soekasih) dengan Raga (Hamish Daud); Senja
(Asmirandah) dan Panca (Dwi Sasono); Saras (Sophia Latjuba) dan Taja (Yama
Carlos); dan Amanda (Acha Septiasa) dengan Reggy (Indra Birowo).
Kelima kisah dalam film ini mengambil latar belakang kehidupan yang
berbeda; mengindikasikan bahwa cinta ada dalam pelbagai bentuk dan kondisi.
Ibarat semangkok mie ayam lengkap dengan saus dan cabenya, film ini
menghantarkan kita ke ide ‘ke-kenyang-an’ (fullness), dan kita bebas
mengartikulasikan fullness itu.
Comments
Post a Comment