Orang Bercakap
Orang bercakap tentang apa saja. Di mana saja. Tak kenal
waktu.
Tentang penolakan relokasi, anjuran renovasi kantin
kampus di sebuah perguruan tinggi ternama. Perihal mata kuliah yang tak kunjung
rampung, dosen menor; bagus di luar, rusak di dalam. Ukate yang semakin hari
semakin mencekik. Pembangunan kota merajalela. Anak ibu kos yang aduhai. Cinta yang
datang terlambat. Mie instan yang habis. Tentang apa saja.
Di kantin, di perpustakaan, di musolla, di kelas, di
jalan, di kantor, di acara keluarga, di seminar, di istana negara, di kedai
kopi, di angkringan, di tempat pelacuran, di kaki gunung, di pantai, di rumah
kontrakan, di bandara, di atas kendaraan, di bawah langit di atas bumi. Bahkan jika
ada yang melampaui, orang akan bercakap di sana. Orang senang bercakap. Sambil ketawa,
senyum-senyum, berpegangan tangan, memegang rokok, sedih lalu menangis lalu
pulang lalu bunuh diri.
Kenapa orang senang bercakap? Hingga tak kenal
waktu. Waktu dilipat. Seperti perjalanan Muhammad dari Masjidil Haram ke
Masjidil Aqsa, lalu naik ke Sidratul Muntaha, dalam semalam.
Comments
Post a Comment