Dagelan ala Kepala Kampus
“Suatu hari, di saat
ramainya zaman, akan datang suatu masa di mana peristiwa adalah peristiwa
sekaligus lelucon,” kata Pangeran Marxo (baca: Marso) kepada abdinya. Beberapa
saat setelah mengucapkan itu, Pangeran Marso meninggal dunia. Abdinya mengebumikannya
di sebuah bukit, di dekat pantai.
Pangeran Marso adalah
keturunan bangsawan di sebuah kerajaan tersohor di Nusantara. Meskipun
keturunan bangsawan, dia tetap merakyat; duduk bersama rakyat di
kampung-kampung di pelosok negerinya, sembari mendidik rakyat --namun tak
merasa lebih terdidik.
Perkataan, lebih
tepatnya sabda, Pangeran Marso tersurat
di batu nisannya. Setiap malam minggu, banyak orang berkumpul di makamnya;
mendoakannya sekaligus tertawa bersama-sama sebagai bagian ritual ziarah.
Tertawa sebagai ritual sekaligus menertawakan kehidupan yang entah keadaannya
tak karuan.
***
Di saat zaman telah
ramai, di saat kampus dan kota tak ada bedanya –penuh dengan gedung bertingkat
dan papan reklame perusahaan berjibun-- sabda Pangeran Marso terbukti, ada
dalam kehidupan nyata. Sebagaimana bukti adalah peristiwa, ia juga sekaligus
lelucon, dagelan dalam bahasa
Jawa-nya.
***
Dagelan
1
Suatu hari, seorang
kepala kampus di sebuah kota pendidikan didatangi oleh mahasiswa dan pedagang
kantin yang meminta penjelasan terkait relokasi kantin. Kantin itu tersohor
dengan nama Bonbin. Kebun Binatang, katanya, kepanjangannya. Kantin ini sudah
sejak lama berdiri dan telah menjadi bagian kehidupan-keseharian masyarakat
kampus itu; mahasiswa, dosen, karyawan, dan tentunya pedagang itu sendiri.
Tempat berkumpul, bercakap-senda-gurau menjalin keakraban.
Konon, kantin Bonbin
ini, rencananya, akan direlokasi, dipindahkan. Karena di tempatnya berdiri akan
dibangun gardu listrik untuk menyokong kebutuhan listrik kampus. Tak jauh
darinya, akan dibangun sebuah plaza yang akan disponsori oleh bank ternama.
Merelokasi (baca: menggusur) kantin satu, lalu mendirikan kantin baru dengan
nama plaza.
Dialog pun terjadi.
Antara mahasiswa dan pedagang yang tergabung dalam #SaveBonbinMovement bersama kepala
kampus. Argumentasi-argumentasi ilmiah dimajukan setelah kajian berkali-kali
untuk menolak relokasi dan mendukung renovasi, karena konon, kepala kampus
adalah masyarakat ilmiah bertitel profesor.
“Relokasi atau renovasi
masih open, terbuka untuk dibicarakan,”
kata kepala kampus dalam dialog, sekaligus mengakhiri dialog.
Beberapa hari kemudian,
pedagang mendapat surat. Surat peringatan ke-2 (disingkat: SP 2) dari kepala
kampus agara segera memberhentikan aktivitas dagangnya. Mahasiswa dan pedagang
heran, terkejut, dan bertanya-tanya: katanya relokasi atau renovasi masih
terbuka, masih bisa dibicarakan, tapi kok
ada SP 2?
Menanggapi terbitnya SP
2, mahasiswa dan pedagang hendak bertemu kepala kampus, menanyakan kejelasan. Di
kampus, tidak bertemu. Kepala kampus tak mau menemui, selalu menghindar. Diputuskanlah
untuk silaturrahmi ke rumahnya. Di rumahnya juga tidak ditemui.
Alih-alih ditemui, dua
mahasiswa, yang turut-ikut ke rumah kepala kampus, mendapat surat; surat pemanggilan
orang tua. Rupanya, kepala kampus itu suka main surat-suratan ya. Maklumlah, generasi
80-an, belum ada aplikasi instant
messagers seperti sekarang.
Ya begitulah, kepala
kampus memang suka membingungkan. Kadang baper, kadang ilmiah, kadang juga
politis; penuh intervensi kepentingan.
***
Dagelan
2
Aliansi mahasiswa bersama
tenaga kependidikan kampus di sebuah kota pendidikan akan memperingati Hari
Pendidikan Nasional (Hardiknas) pada 2 Mei dengan aksi demonstrasi. Aksi
bertajuk Pesta Rakyat *kampus* akan dihelat di gedung pusat kampus itu. Ada
tiga tuntutan; UKT, Kantin Bonbin, dan pencairan tunjangan kinerja bagi tenaga
kependidikan.
Pada malam harinya,
kepala kampus menanggapi aksi demonstrasi bertajuk pesta rakyat melalui siaran
langsung di sebuah stasiun radio ternama di kota pendidikan itu. Menurut kepala
kampus, aksi demonstrasi mahasiswa pada 2 Mei dalam rangka memperingati Hardiknas
adalah simulasi, geladi latihan berpolitik praktis. Pihak kampus memfasilitasi
panggungnya, di mana mahasiswa dapat belajar berekspresi dan berpendapat secara
baik dan susila.
Mahasiswa geram, marah,
kesal sekaligus tertawa –lebih tepatnya menertawakan pimpinannya, menertawakan
kepala kampus. Karena, aksi demonstrasi yang sebenarnya-senyatanya adalah
inisiatif mahasiswa atas akumulasi keresahan yang menumpuk diklaim sebagai
simulasi, latihan, dan telah ‘diskenariokan’.
Bisa-bisanya kepala
kampus tersohor di negeri ini, yang sudah bertitel profesor yang kepandaiannya,
intelektualitasnya tak diragukan lagi, dan ‘yang-yang’ yang lain, mengarang
cerita. Bukankah intelektual boleh
keliru, tetapi, ia tak boleh berbohong? Entahlah...
Saya pun tertawa
mendengarnya. Sekaligus geram, kesal, marah, dan malu.
Saat aksi demonstrasi,
saat diminta untuk mengklarifikasi atas pernyataannya, kepala kampus tetap
bersikukuh bahwa aksi demonstrasi ini adalah simulasi dan latihan berpolitik
praktis serta enggan meminta maaf atas ketidakjujurannya.
Saat aksi berlangsung,
saya pun tertawa; menertawakannya.
***
Begitulah, peristiwa
adalah peristiwa sekaligus lelucon, dagelan.
Dan kita berhaka tertawa karena itu lucu. Bisa-bisanya seorang intelektual
mengarang cerita ‘yang bukan-bukan’, bukankah
intelektual boleh keliru, tetapi, ia tak boleh berbohong?
Catatan
akhir
[1]nama kampus
tidak disebutkan karena ditakutkan merusak ‘citra’ kampus dimaksud
[2]jika dagelan ini tidak lucu, harap maklum dan mohon dimaafkan, karena ini hanyalah simulasi, latihan mendagel praktis.
Dapat dibaca juga di berhimpun.com
[2]jika dagelan ini tidak lucu, harap maklum dan mohon dimaafkan, karena ini hanyalah simulasi, latihan mendagel praktis.
Dapat dibaca juga di berhimpun.com
Beli Kursi Rattan Synthetic
ReplyDeleteBeli Meja Rattan Synthetic
Beli Lounger Rattan Synthetic
Beli Ayunan Rattan Synthetic
Beli Daybed Rattan Synthetic
Beli Kursi Malas Rattan Synthetic
anjiiir Vrooh
ReplyDeletepengobatan kejantanan surabaya