Ketergesa-gesaan

Dari mana datangannya ketergesa-gesaan; perasaan keburu (atau kah terburu), sifat tergesa-gesa? Aku heran, setiap harinya, saat berangkat ke kampus, melihat orang-orang membunyikan klakson di jalan raya. Menyuruh minggir orang yang di depannya. Atau disuruh cepat-cepat juga, padahal pengendara di depannya belum tentu ingin cepat-cepat; mungkin ia ingin menikmati perjalanan, dengan pelan-pelan, dengan menyatu dengan kendaraanya.

Titiiitttttt!!!!!

Bunyi klakson. Padahal traffic light baru saja hijau. Orang butuh spasi, butuh jarak, butuh keterpisahan, butuh bernafas, butuh jeda untuk melepas rem dan menarik gas.

“Kau kira aku ini mesin.” Aku sering menggerutu demikian di jalanan, hampir setiap perjalanan, dalam batin.

Apa yang membuat orang tergesa-gesa? Ketakutan kah?; takut terlambat kerja, kuliah nanti dimarahi dosen atau dilarang masuk oleh dosen. Jika memang ketakutan, kenapa harus takut kepada ketakutan. Bukankah kita, manusia, yang menciptakan ketakutan?

Atas dasar apa kita terburu-buru? Sesuatu yang kita tuju, sesuatu yang inheren dalam diri, atau sesuatu di belakang kita? Keterburu-buruan, ketergesa-gesaan adalah masa lalu, masa kini, dan masa depan yang mengada-bersama. Ia ‘ada’ sebagai masa kini lewat sifat dan tindakan tergesa-gesa, karena daya dorong masa lalu dan daya pikat masa depan.


Dalam ketergesa-gesaan, pembedaan, klasifikasi, kategorisasi --atau apalah namanya— waktu tak berlaku. Tak beroperasi. Menyatu dalam ketergesa-gesaan.

Comments