Melihat Gerhana Matahari dan Stock Foto Profil
Saat masih duduk di bangku sekolah dulu, saya dua kali mendengar kata gerhana matahari. Ketika pelajaran IPA (Ilmu Pengetahuan Alam) dan satunya lagi di kelas pelajaran Agama Islam. Yang pertama terkait dengan penjelasan bagaimana proses terjadinya gerhana matahari dan implikasi terhadap aktivitas alam. Saya masih sangat ingat, bahwa gerhana matahari terjadi karena posisi matahari, bulan, dan bumi sejajar dan berada pada garis lurus.
Sedangkan,
yang kedua adalah shalat sunnah kusufus
syamsi (gerhana matahari). Untuk yang ini saya sudah lupa dan memang tidak
ada niatan untuk mengingat, karena sangat jarang (bahkan nyaris tidak pernah)
saya lakukan. Termasuk gerhana matahari kali ini.
Mendengar
kasak-kusuk akan terjadinya gerhana matahari, saya meneguhkan niat untuk
melihat peristiwa alam yang sangat jarang terjadi ini. Hitung-hitung
berpartisipasi dalam menyambut gerhana. Namun, saya agak terkejut saat membaca
sebuah berita di koran lokal. Bahwa gerhana matahari di Jogja akan terjadi dari
pukul 07.00 sampai 08.00, dan itu hanya kebagian 84 persen.
“Bisakah
saya bangun se-pagi itu?” Saya meragukan diri sendiri.
***
Dengan
bantuan alarm hp dan niat agar shalat subuh, akhirnya saya bisa bangun pagi
juga, tepat ketika jam digital di hp menunjukkan pukul 05.47. Saya bergegas menuju
kamar mandi. Berwudlu’, lalu shalat subuh.
Selepas
shalat, saya langsung cus ke Tugu
Jogja. Ya, Tugu Jogja dijadikan salah satu venue
untuk melihat gerhana di Jogja, dan kebetulan kos saya tidak begitu jauh dari
Tugu. Saya tinggal di daerah Blunyahrejo. Jika jalan kaki, kira-kira butuh
waktu 15 menit, dengan catatan lewat gang-gang sempit di perumahan Cokrodiningratan,
Jetis.
Tidak
ada persiapan sama sekali untuk melihat gerhana. Juga tidak ada kaca mata hitam,
apalagi kaca mata khusus untuk melihat gerhana itu. Saya hanya membawa smartphone untuk mengabadikan moment dan
uang untuk membeli bumbu dan daging ayam buat acara masak-masak sore harinya.
Sesampainya
di venue, sudah ada banyak orang. Sangat
amat rame sekali. Jika dihitung, kira-kira sekitar 1.500-an orang. Memenuhi
sekeliling Tugu hingga menjubel ke jalan-jalan sekitarnya. Semua akses jalan
menuju Tugu ditutup. Dari segala arah: utara, selatan, barat dan timur,
semuanya ditutup. Beberapa polisi dan tentara berjaga-jaga. Tukang parkir
kelihatan sibuk merapikan sepeda motor yang parkir, sesekali bersenda gurau
dengan sesama tukang parkir.
Semua
orang kelihatan sumringah dan bahagia. Tidak ada muka cemberut. Hanya muka
orang sedang menunggu. Ya, semua orang sedang menunggu gerhana. Ada yang
menunggu bersama pasangannya, bersama keluarganya, bersama rekan-rekannya,
sambil mencicipi kuliner yang bisa dibeli di pedagang kaki lima di trotoar
jalan.
Ada
juga yang bingung. Tercengang sekaligus kagus. Terdapat semacam tanda tanya di
dahinya: fenomena macam apa ini, kok orang
banyak sekali? Atas dasar apa orang-orang yang banyak ini berkumpul di sini.
Dan itu adalah saya.
Saya
datang ke Tugu, sekali lagi, untuk melihat gerhana matahari. Awalnya, saya
mengira hanya segelintir orang di sana. Tapi, perkiraan saya meleset. Ada
banyak orang. Dengan kacamata hitam ditenteng di tangan, sebagian ada yang
dipakai.
Di
tengah keramaian, saya berjalan. Jalan-jalan. Menyusuri, menyusup ke kerumunan.
Mencari celah di antara badan dengan badan. Sesekali saya naik ke pot bunga di
tengah jalan untuk melihat kerumunan orang-orang secara jelas. Sambil
mengabadikan dengan kamera hp yang entah resolusinya berapa.
Di
atas pot bunga, saat mata saya lebih tinggi dari posisi berdiri orang dewasa,
nampaklah aktivitas dan kelakuan orang-orang. Tidak sebatas hendak melihat
gerhana. Banyak yang sibuk dengan hpnya, dengan kameranya, untuk memotret. Bahkan
banyak juga yang membawa tongis dan melakukan selfie, baik dengan dan tanpa tongsis. Memotret dirinya, wajahnya,
lekuk tubuhnya dengan gerhana matahari.
“Wah,
orang-orang kayaknya lagi nyetok foto buat foto profil,” saya membatin, lalu
beranjak dari Tugu, dari keramaian yang satu menuju keramaian yang lain: Pasar
Kranggan.
Comments
Post a Comment