Kisah Fauzia dan Mif yang Disemogakan
Membaca novel Kambing & Hujan karya Makhfud Ikhwan
ini mengingatkanku pada kehidupan di desaku. Setumpuk ingatan dan kenangan
terangkat kembali ke permukaan. Tentang pematang sawah, padi yang menguning,
pohon kelapa yang tinggi, dan hembusan angin yang sejuk. Juga tentang belajar
ngaji di langgar saat kecil dulu, shalawatan, sarakalan saat selamatan pernikahan dan khitanan, tahlilan, dan
main petasan di hari raya. Dan yang terpenting; tentang NU dan Muhammadiyah
yang seperti kambing dan hujan, tak bisa bertemu –jika pun terpaksa bertemu,
tak bisa berlama-lama. Kira-kira begitu.
Bahkan –karena di
kampungku hampir semuannya Nahdliyin— Muhammadiyah layaknya “agama” tersendiri
yang dikontraskan dengan “agama” NU.
Menyebut kata
Muhammadiyah –bagi orang di kampungku— senantiasa diikuti dengan ekspresi
ketidaksukaan; suara agak dibulatkan, mulut dimonyongkan dan kepala dianggukkan
ke atas.
Meskipun bagai kambing
dan hujan (atau bahkan bagai air dan minyak), perbedaan antara warga NU dan
Muhammadiyah tidak berujung pada kekerasan fisik. Jangankan kekerasn fisik,
kekerasan verbal sangat jarang. Paling banter ya ngomong di belakang; yang Muhammadiyah ngomong kebidaahan NU di
lingkungan Muhammadiyah, begitupun sebaliknya: yang NU ngomong kesalahan tafsir
Muhammadiyah atas Al-Qur’an dan hadis di lingkungan NU. Setahuku demikian.
Cerita dalam novel ini
adalah nyata ada di dalam keseharianku. Kecuali satu: sampai saat ini masih
belum ada penikahan antara Fauzia dan Mif. Semoga........
Comments
Post a Comment