Meneladani Islam Cinta Ibnu ‘Arabi
Data Buku
Judul: Semesta Cinta: Pengantar kepada Pemikiran
Ibnu ‘Arabi
Penulis: Haidar Bagir
Penerbit: Mizan
Tahun Terbit: November 2015
Jumlah Halaman: 354 halaman
ISBN: 9786023850396
Dewasa ini, di
Indonesia berkembang jenis Islam yang suka mengkafirkan orang atau golongan
lain. Bahkan tidak segan-segan menggunakan jalan kekerasan dalam menindak pihak
yang berbeda dengan dirinya. Sehingga, wajah Islam tercoreng. Islam identik
dengan terorisme dan kekerasan. Islam diasosiasikan dengan kemarahan, bukan
keramahan. Padahal, sejatinya Islam adalah agama cinta-kasih dan damai, sebagaimana
semboyan yang terkenal: Islam Rahmatan Lil ‘Alamin.
Islam
cinta-kasih dan damai dapat dilacak, salah satunya, dalam pemikiran Ibnu ‘Arabi.
Buku karya Haidar Bagir ini menyajikan pemikiran Ibnu ‘Arabi dengan cinta
sebagai titik pusat dan sumber pemahaman tentang Islam dalam segenap aspeknya.
Ibnu
‘Arabi adalah seorang sufi sekaligus filsuf besar Islam yang sangat berpengaruh
dalam sejarah Islam. Ia ahli di berbagai bidang keilmuan; tafsir, hadis, fiqih,
kalam, tasawuf, dan falsafah, karena itu ia dijuluki syaikh al-akbar (guru agung). Tak berlebihan jika James W. Morris
--salah seorang pengkaji pemikiran Ibnu ‘Arabi-- mengatakan bahwa sejarah
pemikiran Islam (setidak-tidaknya hingga abad ke-18) hanyalah catatan kaki atas
pemikiran-pemikiran Ibnu ‘Arabi (hlm. 95).
Pemikiran
Ibnu ‘Arabi yang sangat terkenal sekaligus kontroversial adalah Wahdah al-Wujud, yakni kesatuan atau
ketunggalan semua realitas. Segala sesuatu berasal dari yang-ada (being, wujud), yakni Tuhan. Sedangkan, ada-ada (maujud-maujud) yang lain adalah manifestasi (tajalli) dari wujud Tuhan.
Dalam
teori penciptaan, konsepsi Ibnu ‘Arabi ini disebut emanasi. Bahwa semua
realitas adalah pancaran atau aliran dari yang-ada. Ibnu ‘Arabi menyebut yang-ada
adalah Tuhan. Dengan demikian, ciptaan (makhluq)
--alam dan segala isinya, termasuk manusia-- mempunyai nilai keilahian dalam
dirinya. Nilai keilahian inilah yang seharusnya dipraktikan manusia dalam
kehidupan.
Terkait
dengan “apa” nilai keilahian dalam diri manusia itu, harus dikembalikan kepada
“sifat” Tuhan. Tuhan adalah Pengatur yang digerakkan Cinta, dan seluruh
manifestasinya adalah baik, benar, dan indah (hlm. 320). Haidar Bagir, dalam
buku ini, menegaskan bahwa tak ada yang bersumber dari Yang Haqq ini kecuali kebaikan: segala yang
datang dari-Nya hanyalah kebaikan, yang bersumber dari Cinta dan Kasih-Nya
(hlm. 316).
Saat
nilai keilahian diejawantahkan dalam keseharian –terutama dalam beragama— maka
tidak akan ada lagi kafir-mengkafirkan, sesat-menyesatkan, dan
salah-menyalahkan terhadap pihak atau golongan yang berbeda. Yang ada adalah
saling mengasihi, damai satu sama lain dan hidup penuh toleransi.
Sedangkan,
orang-orang yang suka mengkafirkan, menyesatkan, dan menyalahkan pihak atau
golongan yang berbeda adalah akibat dari menyembah Tuhan yang keliru. ‘Arabi
berpendapat bahwa sesungguhnya manusia cenderung “menciptakan” (mengkonsepkan)
Tuhannya sendiri yang personal dan mengambil bentuk sosok manusiawi tertentu, yang
didominasi sifat-sifat “kemarahan” dan “kekerasan” serta pada puncaknya
“senang” menghukum (hlm. 310).
Mereka
yang suka marah dan menghakimi orang lain sesungguhnya tidak sedang menyembah
Tuhan yang sesungguhnya, melainkan Tuhan yang mereka konsepkan. Bagi Ibnu ‘Arabi,
ber-Tuhan dan beragama adalah membiarkan kesucian hati menangkap Tuhan yang
sesungguhnya, sesuai dengan pemikiran, psikologi dan budaya masing-masing.
Dalam
buku ini, Haidar Bagir berhasil menghadirkan pemikiran Ibnu ‘Arabi tentang
Islam cinta-kasih dan damai dengan sistematis dan bahasa yang mudah dipahami.
Ibnu ‘Arabi mengajarkan pada kita bahwa ber-Tuhan dan beragama yang sesungguhnya
adalah menjalin hubungan cinta-kasih dan harmonis dengan alam semesta.
Meneladani Islam cinta Ibnu ‘Arabi adalah menanamkan sifat cinta dalam diri
kita dan menjadikannya sebagai sumber atas tindakan kita.
Comments
Post a Comment