Gus Dur dan Kaum Tertindas


Enam tahun yang lalu, 30 Desember 2009, Gus Dur wafat. Meninggalkan kita semua. Kepergian Beliyau sangat membekas di ingatan dan hati kita semua.

Bekas dan ingatan tiap orang pun beragam. Ada yang menganggap Gus Dur adalah negarawan, cendekiawan Islam, politisi, ulama’, waliyullah, humoris, humanis dan lain sebagainya. Ada juga yang menuduh Gus Dur sesat, zionis, antek Yahudi, antek komunis, dan sebagainya.

Gus Dur adalah tokoh yang kontroversial. Banyak yang memujinya. Tak sedikit pula yang mencemoohnya.

Paska meninggal, Gus Dur tidak seketika lenyap dari bumi pertiwi ini. Gus Dur “ada di mana-mana”. Kata-katanya dikutip banyak orang. Entah di ruang seminar, warung kopi hingga tempat makan di pinggir jalan. Fotonya mewarnai khazanah merchandise di negara ini: mulai dari mug, stiker, gantungan kunci, hingga kaos. Ada yang hanya sekadar menjual untuk keuntungan ekonomis saja. Ada pula yang memanfaatkan untuk kepentingan politik. Sebagai alat kampanye. Seakan-akan Gus Dur mendukungnya. Padahal? Ya, tanyak sendiri ke Gus Dur. Gitu aja kok repot.

Kalok bagi saya –meskipun tidak pernah bertemu lagsung dengan Gus Dur-- yang sangat membekas dari Gus Dur adalah keberpihakannya kepada kaum tertindas, kaum mustadl’afin (kaum yang dilemahkan).

Tengok saja pembelaan Gus Dur terhadap Inul Daratista dengan goyang ngebornya disaat banyak tokoh agama dan seniman menganggap goyangan Inul ini melanggar batas-batas kesusilaan umum, menyimpang moralitas agama, dan karena itu Inul tidak layak tampil di depan publik.

Gus Dur adalah pembela kaum mustadl’afin. Sebenar-benarnya pembela. Tidak hanya dengan ucapan, tapi juga dengan tindakan.

Seandainya Gus Dur masih hidup saat ini, saya haqqul yaqin Beliyau tetap senantiasa membela segala bentuk diskriminasi dan ketidakadilan di negeri ini. Termasuk diskriminasi jenis baru macam diskriminasi terhadap kaum jomblo.

Bukankah kaum jomblo adalah kaum tertindas, kaum yang dilemahkan (mustadl’afin). Ditindas oleh kesewenang-wenangan pasangan kekasih ngehek itu yang menyebarkan propaganda bahwa jomblo adalah aib, hina dan tuna asmara. Sampek iklan di tivi ikut-ikutan ngehek: truk aja gandengan, masak kamu masih sendirian.

Propaganda ini kemudian menyebar ke seantero Nusantara dan membentuk paradigma masyarakat. Sehingga, misalnya, setiap pulang kampung pas libur lebaran, saya selalu ditanya: kapan nikah? dan atau tunanganmu kok gag dibawa? Menyesakkan dada. Lebih menyesakkan ketimbang sakit asma. Apa tidak ada pertanyaan lain yang menyangkut kuliah kek. Seumpanya, dosenmu ada yang cantik dan belum menikah enggak? Kalok ada, kesempatan tuh! Yaelah, itu, mah sama saja. Sama-sama tentang jodoh. Biarlah jodoh ada di tangan Tuhan. Manusia seperti saya hanya bisa menunggu dawuh pak Kiai. Eh!    

Kembali ke soal diskriminasi atas kaum jomblo. Jika kaum proletar dilemahkan oleh sistem ekonomi kapitalisme yang menghisap, maka kaum jomblo sebagai golongan kaum mustadl’afin dilemahkan oleh hegemoni pasangan kekasih ngehek yang memiliki modal (kapital) mendefinisikan status orang: status ini bermartabat dan status itu hina.

Padahal, pasangan kekasih itu tak selamanya baik dan bermartabat. Lihat saja berita-berita yang berisi: sepasang kekasih digrebek di hotel, sepasang muda-mudi bermesraan di alun-alun kota, dsb. Dan hampir tidak ada berita tentang “keburukan” kaum jomblo, misalnya, seorang jomblo bermesraan dengan tangannya di kamar mandi.

Oh ya, terkait dengan ketidakadilan dan diskriminasi atas kaum jomblo di zaman ini, saya sebenarnya hendak mewawancarai Gus Dur. Semacam wawancara imajiner. Saya kirim doa dan al fatihah kepada Beliyau setiap sebelum tidur. Bekali-kali. Berharap mimpi bertemu dan menanyakan pendapat Beliayu tentang kaum jomblo. Tapi, berkali-kali gagal. Sampai hari ini. Saya sadar diri. Mungkin saya terlalu sering berlama-lama di kamar mandi.

Meskipun gagal wawancara imajiner dengan Gus Dur, saya tetap optimis bahwa Beliyau akan tetap membela kaum jomblo sebagai golongan mustadl’afin. Sebagaimana juga Beliyau membela Inul.

Kepada para jomblo, Gus Dur (mungkin) akan mengatakan: pundakku masih kuat kok untuk sandaranmu, Mblo.

Bisa dibaca juga di jombloo.co, edisi 30 Desember 2015. #RinduGusDur #HaulGusDur

Comments