Dua Waktu Tidur yang Sayang untuk Ditinggalkan
Ada dua waktu untuk
tidur yang eman jika ditinggalkan.
Dua waktu itu adalah: pertama, pagi
hari sesudah subuhan (jika memang
shalat) sampai memasuki waktu dhuha, kira-kira pukul 7-an lah. Kedua, hari Jum’at, tepatnya dalam
serangkaian shalat Jum’at; dari adzan Jum’at sampai shalat Jum’at ditegakkan.
Kedua waktu tersebut,
bagiku, adalah rutinan yang sayang-seribu-sayang jika ditinggalkan.
Tidur setelah shalat
subuh adalah kenikmatan tersendiri. Dapat dibayangkan, dengan mata masih
setengah terbuka, kita (mungkin hanya aku ya) (ter/di)paksa untuk ke kamar
mandi. Menyentuh air dan melakukan serangkaian basuh-membasuh anggota badan, berwudlu.
Selepas itu, kantuk masih belum hilang total. Shalat subuh ditunaikan dengan
sedikit sadar dan sedikit mengantuk.
Setelah subuh, setelah
merapalkan beberapa mantra-mantra, tangan kita mengambil bantal. Membaringkan tubuh
dan meletakan kepala beserta isinya di atas bantal. Terlelap. Tidur lagi. Nikmat.
Bahkan dari saking nikmatnya sampek lupa jika ada jadwal kuliah pagi. Kesiangan
dan terpaksa absen atau titip absen jika keadaan kepepet.
Bagaimana tidur di
sela-sela waktu Jum’atan? Dua kata: nikmat dan menyegarkan. Lebih nikmat
ketimbang melihat foto Haruka di twitter. Lebih menyegarkan ketimbang minum es
jeruk di Bonbin di siang yang terik.
Lebih-lebih jika sejak
pagi beraktivitas. Misalnya, kuliah, ngajar, kerja bakti, nugas, dsb. Tidur di
sela-sela waktu Jum’atan adalah alternatif yang bukan sekedar alternatif biasa.
Biarkan orang lain bilang: mengambil kesempatan di dalam kesempitan. Toh masjid masih lebar dan Jum’atan
tetap jalan meskipun kita (ter)tidur.
Bagiku (ini pendapat
pribadi), daripada mendengarkan khotbah yang isinya kebanyakan menyalahkan dan
mengkafirkan orang atau golongan lain, toh
lebih baik tidur. Mendengarkannya hanya menambah geram. Seakan-akan dan
nyatanya ingin sekali menginterupsi. Semacam diskusi seperti di ruang kuliah
itu.
Yang terpenting dan
harus diperhatikan ketika hendak tidur di sela-sela waktu Jum’atan adalah
jangan sampai bangunnya terlembat. Bukan hanya tak bisa ikut kuliah, tapi malu
dan memalukan. Bayangkan sajalah, saat orang lain berdiri dan mulutnya bergerak
ke kanan ke kiri, kita masih duduk seorang diri tanpa sadar.
Comments
Post a Comment