Dalam Bayangan Mantan
Sumber foto: kelascinta.com |
“Tiada keadaan yang
paling menggelisahkan selain keadaan dalam bayangan mantan,” kata Fajar seraya
menirukan intonasi sang khotib yang berbicara di mimbar. Waktunya pas, pas
kebetulan Jum’atan.
Fajar adalah temenku di
kampus. Suka baper. Dari saking bapernya, melihat abang gojek boncengan
melintas di jalan raya samping kampus saja iri, lalu berujar ke teman-teman: abang gojek aja berpasangan, aku kapan ya.
Selepas berkata demikian, dia langsung mengambil tisu di tasnya, pergi ke
toilet dan mengusap air matanya di sana.
“Lho kok bisa begitu?”
Aku yang duduk di sampingnya kaget. Pikiran yang sedari tadi fokus pada khotib
yang sedang menyalahkan dan mengkafirkan orang lain pecah. “Berani-beraninya
kamu bikin fatwa tanpa minta restu dari MUI.”
“Bayangan mantan itu
lebih berbahaya, lebih mematikan ketimbang rokok”. Dia melanjutkan
pernyataannya tanpa sedikitpun menghiraukan interupsiku.
“Lho lho, sekarang kok
malah nyambung ke masalah rokok. Awas kedengaran aktivis anti-rokok garis keras
kamu. Bisa kenak petisi online. Bisa
di-DO kamu dari kampus tercintah ini.”
“Tunggu dulu bro. Aku
belum selesai ngomong. Dengerin dulu dengan sabar. Karena perempuan itu akan
takluk pada kesabaran lelaki. Bukannya kamu jomblo? hehe.”
“Jangan membangunkan
macan yang sedang tidur.”
“Emang kamu macan? Naklukin
hati seorang perempuan saja gag bisa, apalagi mau menguasai hutan belantara.
Imposibel.”
“Udah-udah. Gag usah
nyenggol-nyenggol daging waras. Lanjutkan fatwamu saja itu.”
“Mantan itu makhluk
yang paradoks. Mengingatnya membuat kita senyum-senyum sendiri di kamar.
Bahagia dan ada perasaan untuk merangkulnya kembali. Berharap dapat menutupi
jurang pemisah yang membuat putus. Ada keinginan untuk menjahit sobekan pakaian
cinta dan menjaganya seraya berharap tak membuatnya sobek lagi.”
Fajar menghela napas. Membetulkan
posisi duduknya. Sesekali kedua tangannya meraba-raba dadanya, melindungi
hatinya, seakan-akan dalam hatinya berujar: aku
rapopo, Dab! Lalu ia melanjutkan pernyataannya dengan sok wibawa.
“Tapi itu semua
hanyalah masa lalu. Kenangan manis. Yang melenakan kita. Membuat kita lupa akan
tugas-tugas lain. Membuat kita sebagai agent
of change ini lalai akan tanggung jawab masa depan. Jika kamu mengalami
keadaan seperti itu, waspadalah! Berarti kamu berada dalam bayangan mantan.”
“Tapi, bro, kata Bung
Karno Jangan Sekali-kali Melupakan
Sejarah. JAS MERAH.”
“Sekali-kali melupakan
sejarah emang gag boleh, kalok berkali-kali mah gag papa. Bukankah negara ini
telah berkali-kali melupakan sejarah; tentang pelanggaran HAM di masa lalu, korupsi
bapak piye enak jamanku itu, dan
banyak lagi yang lainnya.”
“Hush!! Itu Bung Karno
lho ya yang ngomong, bapak proklamator bangsa Endonesa, bukan Pak Presiden kita
sekarang yang bisanya mencatut ide-ide beliyau demi memikat hati rakyat di
pilpres kemaren. Bisa kualat kamu nantinya.”
“Begini bro. Memang
mantan adalah bagian dari sejarah kehidupan kita. Itu masa lalu, ya harus
dilakukan sebagaimana masa lalu. Ditafsiri ulang kemudian dikontekstualisasikan
untuk zaman kita, untuk masa depan kita.”
Khotbah Jum’at berhenti.
Obrolan kecil kami berdua juga berhenti otomatis. Rupanya khotbah sesi pertama
selesai, tinggal sesi kedua. Saat khotib menyampaikan kata pertamanya di
khotbah kedua, Fajar kembali melanjutkan kata-katanya yang sempat terpotong.
“Sampek mana sudah? Oh
ya. Beda jika kita berada dalam bayangan mantan. Kita tak bisa menafsirinya,
apalagi mengkontekstualisasikannya. Sebagaimana bayangan, ia akan mengikuti
kita. Kemanapun kita pergi. Untung jika hanya mengikuti, kalok sampek
menghantui?! Bayangan mantan akan senantiasa menghantui keseharian kita. Serem.
Kamu tau bait lagu itu .... ?”
“Lagu apa?”
“Nah, baru ingat aku. Kemanapun ada bayanganmu / dimanapun ada
bayanganmu / di semua waktu ada bayanmu / kekasihku [....] mau tidur teringat padamu / mau makan
teringat padamu / mau apapun teringat padamu / kekasihku.”
“Walah-walah. Itu mah
lagu dangdut. Mbak Evie Tamala yang nyanyi. Judulnya Aku Rindu Padamu.”
“Ya itu, persis
menggambarkan seseorang yang ingat mantan terus, ingin rujuk, dalam bayangan mantan. Atau bahasa kerennya gag bisa move
on. Dapat dibayangkan, kapan dan di manapun selalu ingat bayangannya. Mending jika
ingat saat makan, kalok saat ujian skripsi?! ujian masuk kerja?! Bisa menyesal
seumur hidup loe!”
Aku masih betah
menyimak. Fajar melanjutkan.
“Kalok sudah begitu,
bayangan mantan akan mematikan rasa dan memutus nalarmu.”
“Untuk kali ini aku
percaya sama kamu. Setelah Jum’atan, aku mau unfollow twitternya, hapus
perteman di facebook. Foto-fotonya di hp dan laptop aku delete. Surat-suratnya
aku kiloin.”
“Emang kamu punya
mantan?”
JLEB!!
Suara
iqomah berkumandang.
Bisa dibaca juga di jombloo.co pada tanggal 19 Desember 2015
Comments
Post a Comment