Membaca Komik
Beberapa edisi komik Inuyasha |
“Apa yang membuat
seseorang keranjingan membaca buku?” Pertanyaan ini selalu muncul saat saya
melihat orang-orang membaca buku dengan asyiknya, santainya, juga kadang dengan
kerut di dahinya. Orang-orang macam itu, saya sebut ‘maniak buku’. Orang lain
menyebut mereka ‘kutu buku’ atau ‘gila buku’. Apapun namanya, tetap merujuk
pada hal yang sama: militansi membaca buku.
Saya lebih banyak
menjumpai mereka di perpustakaan. Sementara ini di perpustakaan pusat UGM dan
perpustakaan Filsafat UGM. Karena hanya dua perpustakaan tersebut saya sering
berkunjung. Setidaknya biar dianggap seperti mereka, maniak buku.
Meskipun tak semua yang
di perpustakaan adalah maniak buku. Ada yang hanya numpang wifi (internet)
gratisan. Untuk hal ini, beberapa teman berpendapat: mengotimalkan fasilitas
kampus, bro. Ada pula yang sekedar ke perpustakaan kalok lagi nugas. Mencari
refrensi dan meng-copypaste-nya ke
dalam makalah. Tanpa refleksi atau apalah namanya.
Saya hanya heran dengan
mereka --maniak buku-- di perpustakaan. Tapi, saya heran sekaligus kagum
terhadap mereka yang tetap menjaga konsistensi baca buku di antara
kerumunan-keramaian orang-orang berlalu lalang. Semacam di terminal, di dalam
bus dan kereta, dsb. Pernah suatu kali, di dalam kereta, saat pulang kampung
dari Jogja ke Jember, saya melihat seseorang tengah asyik membaca buku. Tebal.
Novel. Saya tidak tahu persis judul novelnya. Yang membuat saya heran, kagum
sekaligus menyejukkan hati adalah dia seorang perempuan. Berkerudung, dan
kayaknya masih mahasiswa seperti saya.
Di saat perempuan lain
di dalam kereta, mungkin juga di luar sana, sedang asyik dengan gadget-nya, makanannya, dan gosip-nya. Di saat saya di dalam kereta
tidak membaca buku, badan gerah, tidak ada teman bicara, dan juga sedang single
alias jomblo, perempuan itu menyejukkan mata dan menentramkan hati. Seketika
saya membatin: “semoga .....”
Saya ingin seperti
mereka, para maniak buku. Sudah lama saya merintis usaha ke arah itu –menjadi
maniak buku. Merintis usaha dengan ketidaksengajaan. Saya membaca sejak SMP
kelas tiga. Saya membaca novel-novel-nya Tere Liye. Hafalan Sholat Delisa,
Tetralogi Serial Anak-anak Mamak. Belakangan saya tidak suka dengan Tere Liye
yang di facebook, dengan segala postingannya. Tapi, saya tetap suka dengan
novel-novelnya. Dengan, terutama, Tetralogi Serial Anak-anak Mamak yang mampu
mengembalikan ingatan tentang masa kanak-kanak saya.
Sampai hari ini saya
tetap membaca. Namun masih jauh dari kata menjadi ‘maniak buku’. Dalam hal
baca-membaca buku, saya sering bosan. Apalagi bukunya tebal. Jangankan membaca,
memandang saja sudah membuat perut lapar. Bosan-membosankan, terutama membaca
buku-buku filsafat yang tergolong ‘buku berat’. Membuat pening kepala dan perut
cepat lapar.
Untuk itu, saya mengimbangi dengan ‘buku-buku ringan’. Sesekali saya membaca
Comments
Post a Comment