Seandainya Piala Presiden Digelar di Riau

Ilustrasi oleh saya sendiri

Piala Presiden sudah kelar. Mempertemukan Persib Bandung dan Sriwijaya FC di partai puncak. Persib Bandung keluar sebagai juara dengan skor 2-0. Dua (2) untuk Persib Bandung, dan nol (0) untuk Sriwijaya. Gol Persib Bandung dicetak oleh Ahmad Jufriyanto lewat tendangan bebas pada awal pertandingan dan Makan Konate pada menit-menit akhir babak pertama.

Sriwijaya FC hanya bisa menerima. Rencana dan usaha telah dilakukan. Apalah daya, kehendak dari Yang Maha Kuasa seperti itu. Itulah nasib. Saya kira, kedua klub –baik Persib Bandung maupun Sriwijaya FC— telah menampakkan usaha yang maksimal. Hanya saja, mungkin, keberuntungan menghampiri keduanya dengan porsi yang berbeda.

Sebagai manusia yang tidak begitu gemar menonton bola –lebih senang jika ditonton— saya ucapkan selamat kepada Persib Bandung, para punggawa dan pemainnya, dan Ridwal Kamil sebagai Pak Walikota yang saya haqqul yakin sedang senang-senangnya saat ini, serta para Bobotoh, juga viking, pendukung-pendukung Persib di seantero Nusantara, bobotoh fundamentalis, liberal, komunis, atau bahkan yang setengah-setengah.

Saya ucapkan “selamat atas kemenangannya”. Jangan lupa bersyukur agar tidak dilaknat Tuhan ya. Ingat bahwa kemenangan hanyalah kebahagiaan sesaat. Masih ada kebahagiaan sejati setelah hidup di dunia ini. Ingat juga bahwa kemenangan adalah bentuk lain dari kekalahan. Jangan terlena dengan kemenangan –meskipun ya kemenangan memang melenakan setiap yang-menang. Masih banyak yang harus diperbaiki, dimaksimalkan. (Katanya) di atas langit masih ada langit.

Untuk Sriwijaya FC, saya ucapkan selamat. Kalian adalah ksatria. Jika tidak ada kalian, apa artinya kemenangan Persib Bandung –oh ya Persib Bandung tidak akan menang dong; apa jadinya Piala Presiden yang konon tak disetujui keberadaannya oleh PSSI yang suka sinis itu; dan yang tak kalah penting kasian dong seniman yang berbulan-bulan garap tropi piala presiden. Pemerintah harus ingat lho ya, seniman itu telah membela negara. Jangan disuruh lagi ikut pendidikan bela negara yang sekarang lagi ngehits di negara ini.

Bagi Sriwijaya FC, kekalahan adalah kemenangan yang tertunda. Sudah saya tegasken di awal bahwa keberuntungan tiap orang punya porsi yang berbeda-beda. Sejatinya kalian adalah juara. Juara 2 setidaknya. Saya bangga dengan kalian. Dan saya tahu kalian adalah klub besar yang telah juara berkali-kali. Apa artinya sih tropi piala presiden, itu hanya kayu doang. Buat sendiri bisa dan murah lagi.

Satu lagi dari pantai puncak piala presiden ini: digelar di Gelora Bung Karno Jakarta. Kenapa kok harus di GBK? Kenapa kok harus di Jakarta? Jangan bilang hendak menghormati GBK karena nama stadionnya mencatut nama Bapak Proklamator Indonesia. Itu alasan palsu yang tak kalah palsunya dengan alamat palsu Ayu Tinting. Bukannya Indonesia masih punya banyak stadion ya. Kalok diadakan di Jakarta, kasian kan Jakarta tambah macet. Kasian kan Pak Ahok tambah pusing pala berbie –meskipun Pak Ahoknya juga nonton bersama Pak Presiden yang ‘punya’ gawean Piala Presiden, Pak Menteri, Pak Gubenur, Pak Walikota, dan Pak-Pak yang lain.

Kenapa kok gag diadakan di Riau yang konon stadionnya ditelentarkan usai gelaran PON 2012? Sandainya piala presiden digelar di Riau, Pak Presiden akan tahu bahwa gimana rasanya nonton bola dengan kondisi banyak asap. Pemain juga akan tahu bahwa asap itu memerihkan mata, seperti saat melihat mantan gandengan tangan dengan gebetan barunya. Semua akan tahu bahwa banyak asap, yang terjadi di Sumatera dan Kalimantan, tidak mengenakkan. Juga tidak menyehatkan, kata dokter. Jangan-jangan tropi piala presiden akan ikut terbakar dari saking padatnya asap.

Seadainya Piala Presiden digelar di Riau, saya haqqul yakin Persib Bandung dan Sriwijaya FC akan menghibahkan sebagian hadiahnya untuk memadamkan api. Juga para penonton akan berinisiatif membuat gerakan #SejutaKoinUntukRiau. Tidak cukup dengan hibah-menghibahkan, sumbang-menyumbangkan, semua elemen dalam piala presiden akan ikut membantu memadamkan api. Langsung turun tangan. Kecuali Pak Presiden Jokowi yang hobinya blusukan. Namanya blusukan adalah kata lain dari lihat-lihat saja. Tengok sana, tengok sini, bicara di media masa, selesai!

   

Comments