Jomblo itu Fleksibel Kok
Sumber foto: malesbanget.com |
Jomblo adalah topik
yang paling fleksibel dan sudah tentu menarik. Baik untuk bahan diskusi,
tulisan, dan candaan dalam hal-ikhwal memecahkan keseriusan serta materi top
untuk urusan hina-menghina dan muji-memuji. Lihatlah bagaimana Kakang Agus
Mulyadi dipuji karena kejombloannya prestasinya.
Tiada topik yang
se-fleksibel dan se-menarik ‘jomblo’. Pernyataan ini bukan pernyataan retoris
yang ‘tong kosong nyaring bunyinya’, yang sering dilontarkan oleh
politisi-politisi kita. Yang asal omdo tapi
isinya gag ada. Suka nyampah di media
supaya populer.
Baiklah, agar tidak
terkesan omdo, saya buktikan dengan
argumentasi-argumentasi kongkret yang telah lolos uji laboratorium kehidupan para
jomblo. Topik ‘jomblo’ dilihat dari sudut manapun cocok. Lebih-lebih dari
sudut gang rumah mantan. Tidak hanya cocok (yang kadang disalahtafsiri sebagai
cocoklogi), tapi juga menarik.
Kita lihat
artikel-artikel yang berjumlah ribuwan bahkan jutaan di situs bernas jombloo.co
dan beberapa juga di mojok.co yang mengupas dengan tajam (setajam silet)
tentang jomblo. Ada yang mengupas hubungan jomblo dengan komunisme, dengan
tokoh sekaliber Tan Malaka, dengan sepak bola.
Dan pastinya tidak
afdhol jika tidak menghadirkan Agus Mulyadi dalam khazanah per-jomblo-an di
bangsa ini, yang beberapa waktu yang lalu telah dibaiat menjadi junjungan
sufisme jomblo. Hubungan jomblo dan Gus Mul –sapaan akrab Agus Mulyadi-- bak
rokok dan kopi; mengesampingkan salah satunya berarti mengurangi kesempurnaan
hidup. Warbiasa!
Di balik kejombloannya,
Beliyau telah menerbitkan tiga buah buku: Jomblo tapi Hafal Pancasila, Bergumul
dengan Gus Mul, dan terakhir adalah yang terbaru dan baru saja dilepas dari
kandangya, judulnya Diplomat Kenangan. Jika ingin beli buku-bukunya, hubungi
Mas Agus saja, jangan hubungi saya karena saya bukan penjual buku. Saya mah hanya penjaja kenangan.
Oh
ya,
bukankah adanya kedua situs tersebut (jombloo.co dan mojok.co) adalah bukti yang
sangat kuat bahwa jomblo, sebagai topik, itu fleksibel dan menarik. Ditambah
lagi kehadiran tiga buah buku Gus Mul yang menjadikan jomblo sebagai topik
utamanya. Dengan hadirnya tiga buku Gus Mul, maka saya menegasken bahwa jomblo
tidak hanya fleksibel, tapi meta-fleksibel, melampaui fleksibel.
Itu semua jomblo
sebagai topik pembahasan. Sebagai sikap atau status sosial? Ya tentulah jomblo
itu sangat amat fleksibel. Bisa bergerak kesana-kemari tanpa ada yang sms
nanyak “ada di mana? Lagi ngapain?”. Paling banter ya sms dari ibu kos “kapan
bayar listrik mas/mbak? Ini sudah jatuh tempo”.
Seorang jomblo juga
bebas mau pakek pakaian apa ke kampus, ke pasar, atau ke mall tanpa
mempertimbangkan konsekuensinya: “kira-kira kalok
pakek baju ini pacarku suka enggak ya?”.
Dan pastinya pakaian bebasnya harus mencerminkan nilai-nilai pancasila.
Oh
ya,
satu lagi yang harus diingat dari jomblo selain fleksibel, jomblo itu tidak
sehina apa yang dituduhkan oleh pasangan muda-mudi. Mereka hanya sinis. Ingat
itu, Mblo!
mentang-mentang kamu itu jomblo pak. coba lihat yang sudah berpasangan.
ReplyDeleteyang berpasangan, ya monggo jadilah jomblo. wkwkw
Delete