Di Masjid Syuhada’
Lokasi masjid syuhada’
sangat strategis: dekat kalicode. Nama ini tidak asing lagi di telinga
masyarakat Jogja, termasuk mahasiswa. Selain pernah dijadikan lokasi syuting
layar lebar dengan judul filem yang sama: Jagad X-Code (Jagad Kalicode),
kalicode di malam hari adalah tempat kongkow, ngopi, ngobrol sama teman, dan
pokoknya tempat ngumpul. Banyak lesehan di pinggir kali sebelah selatan menyediakan
makanan-minuman murah meriah. Tempatnya di alam terbuka. Setiap hari selalu
buka. Biasanya buka saat matahari terbenam dan tutup saat tengah malam. Kita
dapat menikmati jajanan di sini, dengan harga kaki lima namun rasa (sekelas lah) dengan bintang lima, sekaligus
mendengarkan gemericik aliran air sungai dan melihat lampu-lampu rumah karena
memang tempatnya lebih tinggi.
Kali ini saya tidak
mengunjungi kalicode. Saya mengunjungi masjid syuhada’ yang berada pas di
seberang kalicode. Lebih tepatnya sebelah selatan dari lesehan-lesehan
kalicode. Tujuan utama saya adalah menikmati kuliner khas masjid di Jogja
(alias takjil) yang khusus disediakan selama bulan ramadhan dan tidak berbayar
alias gratis-tis. Seperti biasa, untuk mendapatkan takjil, kita dituntut untuk
mengikuti pengajian sore ramadhan terlebih dahulu. Baru kemudian mendapat
takjil gratis. Meskipun ada beberapa orang yang tidak ikut pengajian namun
mendapatkan jatah takjil.
Tema pengajian sore
ramadhan kali adalah tentang pentingnya menjadikan masjid sebagai majelis ilmi.
Tempat belajar. Tempat tidak hanya mengaji tapi juga mengkaji. Karena ilmu
adalah sumber kemajuan, kemakmuran dan kesejahteraan suatu peradaban. Termasuk
peradaban Islam. Tidak ada kerugian yang lebih besar di kalangan Islam daripada
jauh dari ilmu. Selain menambah wawasan, menjadi bagaian dari majelis ilmi juga
mendapat jaminan pahala dari Allah. Langsung, tidak pakek kredit.
Selepas pengajian,
seperti biasa takjil dibagikan kepada para jamaah. Kali ini tidak berupa nasi
bungkus sebagaimana di maskam ugm dan masjid nurul ashri, melainkan dikemas
dalam kardus khusus. Orang menyebutnya nasi kardus atau nasi kotakan. Di
kardusnya tertulis katering masjid syuhada’ menerima pesanan dan mencantumkan
nomor telepon yang dapat dihubungi. Rupanya masjid ini sudah dapat mandiri
secara ekonomi. Isinya juga tak kalah menarik: nasi putih, tumisan pepaya muda,
sekerat ikan laut, kerupuk ikan dan lengkap dengan sendok, tusuk gigi dan tisunya.
tanpa berpikir panjang, dengan diawali minum segelas teh anget terlebih dahulu,
saya langsung menyantapnya. Oh ya, tidak lupa saya membaca do’a berbuka puasa
terlebih dahulu: allahumma laka sumtu wa
bika amantu wa’ala riskika afthartu birahmatika ya arhamarrahimin.
3
Juli 2015
Comments
Post a Comment