Kenapa Gag Datang Pak Prabowo?
Berdasarkan jadwal
penceramah shalat tarawih Masjid Kampus UGM 1436 H, juga desas-desus
teman-teman mahasiswa, minggu malam (20 Juni 2015) Pak Prabowo akan memberi
siraman rohani kepada jamaah shalat tarawih. Sebagai salah satu penggemar Pak Prabowo,
saya amat sangat bahagia. Dari saking bahagianya, setiap bertemu dengan
teman-teman mahasiswa lain yang saya kenal, saya sampaikan ke mereka: Pak
Prabowo akan hadir di maskam (masjid kampus) dan menjadi penceramah di situ.
Selain itu, berbagai kebutuhan sewaktu tarawih telah saya persiapkan untuk
menyambut Bapak (sajadah jika tidak kebagian tempat di ruang utama masjid,
notebook beserta bolpoin untuk mencatat pitutur
Bapak, dan jam tangan untuk mengukur seberapa lama Bapak berceramah).
Saya tidak dapat
membayangkan bagaimana persisnya nanti malam. Saya hanya bisa meraba-raba
keadaan subjektif saya: perasaan entah mungkin campur aduk, kekaguman dan keinginan
untuk foto bareng. Juga keadaan objektif: orasi yang lantang dengan tangan
terkepal ke atas dan raut muka seorang pemimpin tegas yang selama ini saya
jumpai di teve-teve.
Apakah Bapak akan
berceramah layaknya berorasi di “medan perang”? atau Bapak bisa nggak ya berceramah? Soalnya antara
orasi kebangsaan (nama lain kampanye biar kelihatan keren) berbeda dengan
berceramah Pak. Sebagai fans berat Pak Prabowo waktu Pilpres 2014 lalu (namun
sekarang sudah jadi fans moderat nan liberal), saya yakin seyakin-yakinnya
bahwa Bapak akan bisa. Bisa berceramah dengan lancar tanpa teks (Bapak kan gag seperti lawan bebuyutan Bapak yang
tahunya berbidato di depan teks, bukan di depan orang) atau bahkan tanpa
mikropon karena Bapak kan “macan
asia” yang gelegar suaranya tak usah diragukan lagi.
Di depan ribuan rakyat
Indonesia bisa, masak di masjid nggak bisa.
Demikianlah pertimbangan saya.
Seperti malam-malam
sebelumnya, selepas shalat isyak berjamaah, satu orang dari panitia ramadhan di
kampus (RDK) 1436 H maju ke depan. Mengambil posisi berdiri di antara mimbar
khotib dan tempat shalat imam seraya memegang mikropon, kemudian merapalkan
mantra-mantra pembuka forum.
Tidak ada angin, tidak
ada hujan, panitia mengumumkan ketidakhadiran Pak Prabowo. Mendengar pengumuman
ini, saya sudah tak peduli dengan alasan-alasannya. Yang jelas saya kecewa pada
Bapak, juga panitia ramadhan di kampus atas pengumuman dadakannya. Pakek banget
kecewanya. Tidak hanya kecewa, saya sudah kehilangan ghiroh untuk shalat tawarih. Badan yang pegal-pegal nan letih
karena jalan kaki dari kos ke kampus, kini bertambah letih. Notebook dan
bolpoin yang telah saya persiapkan untuk mencatat petuah Bapak, kini mulai
protes kepada saya: “buat apa kau bawa aku kesini jika pada akhirnya kau duakan
aku dengan hp”. Ya saya melampiaskan rasa kecewa (dan antek-anteknya) dengan
main hp. Sesekali main game, sesekali berselancar di media sosial.
Jika sebelumnya saya
selalu huznudzan kepada Bapak dan selalu bertanya: Bapak akan berceramah tentang
apa ya, kini saya menaruh rasa curiga (suudzan)
dan bertanya: kenapa gag datang
Pak Prabowo? Pelbagai jawaban spekulatif muncul atas pertanyaan yang tidak lain
adalah rasa ingin tahu saya.
Kenapa Bapak tidak
hadir? Apakah karena Pak Jokowi, rival Bapak, alumni UGM? dan sudah mesti bahwa
sebagian besar masyarakat UGM merupakan pendukung setia Pak Jokowi pada pilpres
yang lalu (alumninya jadi calon presiden kok
gag didukung, ya kan sungguh terlalu). Saya kok gag setuju dengan jawaban spekulatif yang satu ini. Saya yakin koh seyakin-yakinnya bahwa Bapak adalah
orang yang sportif, yang dapat segera move
on dari masa lalu. Tidak hanya move
on , saya yakin Bapak juga dapat mengambil pelajaran dari masa lalu untuk
persiapan pilpres yang akan datang.
Atau Bapak berat hati
karena takut menyaingi popularitas ustad-ustad seleb di teve-teve (yang tiap
ramadhan materi ceramahnya selalu itu-itu aja)?
Sungguh Bapak berhati mulia jika ketidakhadiran Bapak karena menyangkut hajat
hidup orang lain. Sudah saya duga bahwa Bapak tidak hadir bukan karena
kepentingan (apalagi ego) diri sendiri, melainkan karena menyangkut kepentingan
umat. Seandainya Bapak hadir, bagaimana nasib ustad-ustad itu? Nasib
keluarganya? Saya yakin inilah alasan yang tepat kenapa Bapak tidak hadir atas
undangan menjadi penceramah di masjid kampus UGM. Karena memikirkan masa depan
ustad-ustad itu beserta keluarganya, juga (mungkin) Bapak takut mereka sakit
hati sehingga tidak mendukung Bapak pada pilpres mendatang ya.
Tapi, apapun alasannya,
saya tetap kecewa, Pak. Kenapa gag datang
Pak Prabowo? Saya kan kangen sama
Bapak. Iya sama kamu, Pak Prabowo.
20
Juni 2015
Comments
Post a Comment