Bulan Ramadhan kok Badmood
Bukan saya yang
badmood, tapi teman. Teman apa teman? Iya teman saya. Hanya teman. Dia berjenis
kelamin cewek. Lebih tepatnya, dia gebetan teman saya, teman akrab. Bukan
gebetan saya. Semalem dia (si cewek) tiba-tiba ngechat saya di blekberi mesenjer (bbm). Tidak biasanya dia chat
(baca: nyapa) duluan di media sosial manapun. Biasalah cewek kan suka jaim.
Jaga imej.
Note: dalam catatan ini
saya tidak akan menyebutkan nama dan tidak pula menggantikannya dengan nama
samaran alias inisial, cukup menggunakan: si cewek dan si cowok. Demikian
himbauan ini, atas perhatiannya disampaikan terima kasih.
Pukul 21.32. Dia
ngePING!!! saya. Saya ladeni, hingga ngobrol panjang-lebar. Inti obrolannya
adalah dia curhat. Dan mengharap pencerahan dari saya. Emang saya dikira nabi
atau tabi’in atau tabi’it tabi’in atau wali atau alim ulama yang bisa memberi
pencerahan. Tidak! Dan bukan seperti itu. Ceritanya nih, dia (si cewek) juga
teman akrab saya sejak SMP hingga SMA. Begitupula dengan cowoknya, teman akrab
juga sejak SMP dan SMA. Bedanya si cewek kuliah di Jember Jawa Timur dan si
cowok kuliah di Jogja bersama saya namun beda kampus. Jadi setiap ada
persoalan, (seringkali) curhat ke saya. Baik yang cewek maupun yang cowok.
Ceritanya begitu. Paham kan? Dipaham-pahami aja walaupun bahasa dan alur
ceritanya sangat ruwet, heuheu.
Lanjut kepada poin
curhatnya. Dia (si cewek) badmood katanya. Sebab utamanya adalah hal yang
sangat sepele. Dari saking sepelenya tidak dapat diungkapkan dengan satu
kalimat, melainkan harus dengan cerita pula supaya paham akar masalahnya.
Ceritanya begini, si
cowok itu pulang kampung. Naik kereta dari stasiun lempuyangan Jogja ke stasiun
Jember. Berangkat pukul 08.55 dan tiba pukul 19.25. Setibanya di Jember, si
cowok dijembut ama si cewek. Karena si cowok berpuasa seharian (dan pastinya
gag makan dan minum lah, piye sih?), si cewek mengajaknya makan nasi goreng ke
suatu tempat makan favorit. Sesampainya di lokasi, ternyata nasi gorengnya
habis. Tidak ada nasi goreng, bebek goreng pun jadi. Selepas makan, keduanya --baik
si cewek dan si cowok-- bingung mau kemana. Parahnya, si cewek, selama setahun
di Jember, jarang mengunjungi tempat-tempat romantis buat pasangan muda-mudi. “Aku
mau keluar kemana dan dengan siapa, kan
kamu ada di Jogja,” mungkin kiranya demikian jawaban apologetis yang bakal
diutarakan si cewek kepada si cowok untuk memecah keheningan malam akibat
bingung mau kemana.
Karena sama-sama
bingung, maka keduanya salah tingkah. Semacam kerinduan yang telah terpenuhi
namun masih bercampur malu. Akibatnya, si cowok (kayaknya) badmood dan mengajak
pulang ke kontrakan temannya di dekat kampus universitas jember. Ya mau tidak
mau si cewek mengantarkannya. Sesudah itu, si cewek kembali ke kosnya dan
akhirnya badmood juga. Penyebabnya sangat sepele bukan? Bagi kaum jomblo
seperti saya sih sepele, tapi bagi yang pacaran merupakan hal yang luar biasa
dan dapat menggoyangkan status pacaran mereka. Di kalangan kaum pacaran ada
prinsip yang beredar: tidak semua dapat dinalar dengan akal. Demikian pula
sesuatu yang sepele menurut khalayak umum belum tentu sepele menurut
mereka-mereka yang pacaran.
Sebagai teman yang baik
nan terbuka, saya menyarankan beberapa hal kepada teman saya yang satu ini.
Semacam pencerahan. Saran pertama,
sudahlah tidak usah dipikirkan yang beginian. Cukup dijalani saja. Namanya juga
hidup. Ada siklus. Janganlah dibawa susah. Masih banyak pekerjaan lain yang
lebih genting dan harus diselesaikan. Jangan sampai gara-gara ini, segala hal
mandek dan terbengkalai. Itu saran yang pertama. Saran kedua (yang ini lebih praktis dari saran yang pertama), kalau kamu
boring atau badmood biasanya ngelakuin apa. Sudahlah, senang-senang dulu aja
sana. Minum bir kek, jalan-jalan kek, nonton filem kek, ngebully temen kek.
Pokoknya lakukan dengan cara kamu sendiri mengatasi boring atau badmood. Karena
setiap orang mempunyai cara berbeda-beda dalam mengatasi persoalan hidupnya.
Itu saran yang kedua sekaligus terakhir.
Rupanya kedua saran itu
ampuh. Dia sembuh dari badmood. Alhamdulillah.
Meskipun tidak tahu secara pasti (tidak melihat dengan mata telanjang
kesembuhannya), saya toh tetap bisa
membaca keadaannya lewat status-status bbm-nya dan obrolan-obrolan kami yang
cair.
Saya turut bahagia. Setidaknya
pahala saya bertambah di bulan suci ini karena dapat menyembuhkan orang dari
badmood. Sebenarnya bukan saya sih yang menyembuhkan, tapi Allah. Hanya saja
lewat saya. Lumayanlah semalam jadi ustad sekaligus motivator kayak ustad-ustad
di teve-teve. Tapi bedanya saya tidak dapat honor, sedangkan mereka (para ustad
teve) dapat honor.
28
Juni 2015
Comments
Post a Comment