Mengawal Jokowi-JK

Prosesi lima tahunan pergantian kekuasaan di Indonesia telah usai. Ditandai dengan pelantikan presiden dan wakil presiden terpilih Joko Widodo dan Jusuf Kalla kemarin, Senin 20 Oktober 2014. Pasangan tersebut dipilih secara langsung oleh rakyat pada pemilu presiden 9 Juli 2014. Melalui sistem pemerintahan demokrasi, rakyat yang menentukan. Dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat, begitulah Abraham Lincoln mendefinisikan kata “demokrasi”. 

“Dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat” dapat dipahami sebagai pengakuan atas partisipasi rakyat dalam pemerintahan.  Rakyat dengan bebas menyuarakan aspirasi-aspirasinya, baik melalui perwakilan: katakanlah DPR, atau secara langsung: misalnya memanfaatkan media massa. Tidak hanya itu, kritik atas pemerintah dijamin dan dilindungi oleh Undang Undang. 

Rakyat, dalam sistem demokrasi, memiliki peran sentral untuk menentukan maju tidaknya suatu negara. Rakyat tidak sebatas sebagai audien saja yang menonton para birokrat dan penguasa sibuk diri bernyanyi ria di panggung pemerintahan. Rakyat seharusnya naik ke atas panggung dan ikut bernyanyi bersama-sama. 

Yang terjadi selama ini adalah rakyat (baca: kita) menjadi penonton saja. Kita seakan-akan bersikap acuh tak acuh. Yang lebih parah lagi sikap tidak mau tahu akan apa yang terjadi dengan bangsa ini. Apa yang menjadi permasalahan bangsa dan negara adalah urusan birokrat dan penguasa. Sementara kita tidak ambil pusing dengan menunggu bola di rumah. 

Sikap apatis demikian tidak mencerminkan sistem pemerintahan demokrasi meskipun dengan alasan kondisi moral elite penguasa yang caruk maruk, yang koruptif. Senyatanya, kita tidak berdiam diri dan membiarkan penguasa koruptif berkuasa. Jika tidak, bangsa ini akan dikuasi oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Sehingga, kemajuan bangsa adalah sebuah kemustahilan. 

Ada baiknya kita ambil bagian dalam kemajuan Indonesia. Setiap pemasalahan bangsa adalah permasalahan kita semua. Kaum birokrat hanyalah jabatan struktural supaya pemerintahan tertib, teratur, dan terarah. Secara kultural, kita adalah eksekutor dalam mengatasi permasalahan bangsa dan memajukan Indonesia. Kita pasang badan untuk setiap kebijakan pemerintah: yang baik kita dukung secara penuh, yang mungkin “kurang baik” monggo kita perbaiki bersama-sama. 

Lima tahu ke depan, Indonesia bukanlah milik Jokowi-JK beserta menteri-menterinya. Bukan pula milik anggota DPR, MPR, dan DPD, apalagi milik elite parpol. Indonesia adalah milik rakyat Indonesia. Kepemilikan ini harus kita sadari sebagai inventaris tak ternilai. Yang harus kita tanamkan dalam diri kita adalah rasa kepemilikan terhadap Indonesia. Semakin tinggi rasa kepemilikan kita, semakin teguh tekad kita menjaganya.  

Pemerintahan Jokowi-JK harus kita jaga. Dalam artian, tidak menjadikan pemerintah sebagai musuh, sebagai wajah garang, yang setiap saat kita harus waspada. Pemerintahan Jokowi-JK adalah kawan kita. Bagaimana layaknya kawan yang baik, berani menunjukan kekurangannya, menegur dikala keliru, dan mendukung segala kebaikannya. Marilah kita tunjukkan rasa optimis terhadap pemerintahan Jokowi-JK karena kita ada di sana.

Comments