Menanya Kabar Kartu Sakti Jokowi


Awal tahun 2015, pemerintahan Jokowi-JK disibukkan dengan perseteruan antara KPK versus Polri. Media tanah air, baik lokal maupun nasional, bahkan media asing ramai memberitakan ketegangan antara dua institusi penegak hukum ini. Para pakar hukum dan politik ikut andil berkomentar dan berpendapat serta menawarkan solusi. Penggiat anti-korupsi, akademisi, dan masyarakat sipil turun ke jalan untuk menyuarakan save KPK dan save Polri serta mendesak presiden Jokowi untuk mengambil langkah tegas supaya penegakan hukum di Indonesia terus berjalan. Alhasil, perhatian masyarakat Indonesia saat ini seakan-akan “hanya” terfokus pada satu permasalahan: KPK vis-a-vis Polri.

Padahal masih banyak pekerjaan rumah yang terbengkalai dan belum dituntaskan pemerintahan Jokowi-JK menyangkut kesejahteraan rakyat. Salah satunya adalah “program perdana” tiga kartu sakti: Kartu Indonesia Sehat (KIS), Kartu Indonesia Pintar (KIP), dan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS), yang diluncurkan tiga bulan yang lalu.

Program tiga kartu sakti ini secara garis besar berorientasi pada peningkatan kesejahteraan rakyat yaitu mewujudukan masyarakat yang sehat, sejahtera dan pintar, yang merupakan kewajiban utama negara. Meskipun beberapa program sosial telah ada lebih awal, seperti BPJS Kesehatan, Bantuan Siswa Miskin (BSM), dan Kartu Perlindungan Sosial (KPS), namun kartu sakti yang berada di bawah koordinasi Menteri Koodinasi Pembangunan Manusia dan Kebudayaan ini mempunyai kelebihan dan sistem yang telah diperbarui dan diperbaiki yang menjadikan beda dengan program sebelumnya.

KIS merupakan program sosial pemerintah di bidang kesehatan yang digagas dalam rangka Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Program ini lebih luas cakupan dan manfaatnya dari BPJS Kesehatan. Dari sisi cakupan, KIS meliputi gelandangan, masyarakat di panti sosial, dan bayi yang baru lahir. Sementara dari sisi manfaat, tidak hanya untuk pelayanan pengobatan saja (reaktif), tetapi juga pelayanan kesehatan yang lebih holistik, meliputi: promotif, preventif, dan rehabilitasi.

Di bidang pendidikan, ada KIP yang mempunyai nilai plus ketimbang program sebelumnya, BSM. KIP tidak hanya menjangkau siswa miskin pada SD, SMP, dan SMA, tetapi lebih daripada itu yakni anak usia sekolah. Meliputi siswa miskin di sekolah, anak putus sekolah, dan anak tidak sekolah. Tujuan utama dari program ini adalah mencerdaskan kehidupan bangsa melalui pemerataan pendidikan dan penuhan hak memperoleh pendidikan, terutama bagi yang terkandala ekonomi.

Program sosial terakhir dari tiga kartu sakti adalah KKS. Program sebelumnya adalah KPS, digunakan untuk menerima program Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) yang merupakan respon pemerintah dalam konteks upaya perlindungan sosial saat kenaikan harga BBM. Jika BLSM berbentuk bantuan tunai langsung, KKS lebih luas manfaatnya yaitu sebagai rekening yang dapat digunakan tidak hanya penyaluran dana kompensasi kenaikan BBM saja, tetapi juga untuk penyaluran bantuan sosial lain seperti bantuan pupuk, subsidi solar untuk nelayan, dan berbagai bantuan sosial lainnya.
Di samping itu, program tiga kartu sakti dianggap sebagai sebuah langkah maju dalam menuju good government atau pemerintahan bersih. Penggunaan kartu-kartu tersebut dinilai sebagai upaya dalam meminimalisir penyimpangan anggaran untuk pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan masyarakat (Kompas.com, 22/11/2014). Hal ini senada dengan semangat pemberantasan korupsi yang digaung-gaungkan pasangan Jokowi-JK saat kampanye pilpres.
Secara konseptual, tiga kartu sakti Jokowi sangat mulia dan pro rakyat serta visioner. Namun, dalam ranah peluncuran (launching) awal hingga realisasi masih jauh panggang dari api dan terkesan tergesa-gesa. Kartu yang diluncurkan di Kantor Pos Besar Jakarta ini sampai saat ini masih menyisakan perselisihan pendapat (contradictve opinion) di masyarakat. Saat peluncuran saja, sederet kejelasan tiga kartu sakti tersebut dipertanyakan, diantaranya: sosialisasi yang kurang sehingga menimbulkan kebingungan masyarakat, program cenderung politis karena diluncurkan bersamaan dengan rencana kenaikan BBM, hingga dasar hukum yang –meminjam perkataan Yusril Ihza Mahendra– mencla mencle.
Dalam tahap realisasi masih setengah-setengah. Tiga bulan paska launching, tiga kartu sakti Jokowi tidak ada kabar, menghilang entah kemana, terutama kabar di media cetak dan elektronik  meredup. Jika kabar saja tidak ada, bagaimana dengan progres atau kemajuannya: pemerataan dan penggunaannya. Rakyat, terutama rakyat kecil seperti saya dan keluarga, perlu tahu akan hal itu (tiga kartu sakti) supaya tidak larut dalam penantian yang membosankan. Dan media adalah alat efektif untuk memberi tahu.

Dari pada berlarut-larut dalam kasus KPK versus Polri yang hanya menguntungkan golongan elite tertentu, lebih baik mengerjakan pekerjaan rumah: Tiga kartu sakti. Kepastian dan realisasi yang baik akan sangat menentukan bangsa ini terlepas dari jerat kemiskinan beberapa tahun ke depan. Jika tidak, kemisikinan akan selalu menghantui bangsa ini

Comments